41. Ending.

1K 105 17
                                    

Matahari bersinar dengan angkuhnya di atas sana, sementara gadis dengan tatapan kosong itu melangkah tanpa peduli dengan tatapan pengendara lain yang menatapnya keheranan.

Selesai mengambil kartu keluarga dan lainnya, dengan segera ia menuju lapas.
Kepalanya mendongak ketika menyadari kehadiran seseorang di sana. Iris menatap Hera yang dengan sorot sayu. Wanita itu berubah.

Wajah tanpa riasannya yang terlihat pucat, tubuh kurus kering dengan kantung mata yang membengkak— dia begitu kacau, mengerikan. Terlihat sangat memprihatinkan sebagai seorang penjahat.

Dia tidak layak dikasihani ketika statusnya adalah pelaku. Namun, begitu matanya bersitatap, air matanya jatuh begitu saja tanpa sempat ia mengalihkan pandangannya.

Iris jarang sekali menangis, maka ketika melihat putrinya meneteskan air mata, Hera merasa semakin hancur. "Pergi," usirnya.

"Gue yakin lo bisa nebak kenapa gue ada di sini," kata Iris.

"Gue nggak punya penjelasan. Semuanya udah jelas, kan?" Hera balik bertanya, matanya memandang ke sembarang arah, menghindari kontak mata dengan putrinya.

Gadis itu menggigit bibirnya, hingga cairan merah itu keluar dari bibir yang telah robek. "Gue anak lo, dan gue percaya mama Hera nggak akan sekeji itu! Lo yang paling tau gimana cintanya gue sama Lembayung, Her!"

Benda tajam tak kasat mata menusuk hatinya berulang-ulang. Bibirnya terkatup rapat, dipastikan suaranya akan bergetar jika ia membuka mulut.

"Jelasin ke gue apa yang terjadi!"

"Gue beneran bunuh Lembayung, SEMUANYA UDAH JELAS, ANJING!" Wanita itu berdiri, matanya berkaca-kaca menatap Iris yang
begitu putus asa.

"DIA SALAH APA SAMA LO?!" teriaknya.

"Gue nggak suka bocah ingusan itu!"

Tidak masuk akal.
Iris membuang napas, kemudian menutup wajahnya dan menunduk, sedetik kemudian bahunya berguncang, tangisnya pecah. "Kenapa?" Suaranya tak terlalu jelas. "Kenapa, Ma?"

Demi Tuhan, Hera ingin membunuh dirinya sendiri setelah melihatnya sehancur itu.

"Lo selalu minta maaf karena nggak mampu nunjukin dunia yang indah ke gue."

Hera menahan napas ketika Iris kembali berbicara.
"Gue nggak pernah nyesel dilahirkan, gue nggak pernah nyesel walaupun gue nggak punya ayah, karena gue punya mama hebat kayak lo!" serunya dengan suara bergetar, dalam tangisannya yang semakin kencang, Iris memegangi dadanya. "Gue baru ngerasain gimana indahnya hidup di dunia ... berkat dia, gue baru ngerasain gimana rasanya dicintai dan disayangi, Her. Rasa yang nggak pernah gue dapetin dari seorang ayah."

"Tapi kenapa?" Iris menatap Hera dengan sorot kecewa. "Kenapa lo hancurin dunia gue?"

"Apa lo tau perjuangannya? Dia—"

"DIEM ANJING! GUE BENCI DIA!" Hera berteriak dengan air mata yang sudah tumpah ruah bagai air hujan.

"Kalau dia kalah karena penyakitnya, mungkin gue masih bisa senyum buat mengantar perjalanannya, tapi— gimana gue bisa hidup lagi setelah ini?" Iris menarik rambutnya frustasi.
"ARGHH! GUE HARUS GIMANA? GUE NGGAK PUNYA MAMA YANG SELALU ADA LAGI! DAN SEMESTA GUE PERGI, GUE HARUS GIMANA?!"

"BENCI GUE DAN PERGI! LUPAIN SEMUANYA, PERGI, RIS!"

Iris justru menatap Hera dengan pandangan penuh harap. "Bilang ke gue kalau Lembayung masih hidup! Lo nggak nembak jantungnya, iya kan?"

Namun, Hera diam.

Diamnya membuat tubuhnya luruh, jatuh hingga rasa-rasanya dunianya telah berhenti.

Paket 30 Hari(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang