38. Day 29.

701 79 3
                                    

Pagi ini Iris terbangun dalam suasana yang berbeda. Langit-langit kamar asing, juga tembok polos dan wangi deterjen di sprei membuatnya tertegun untuk beberapa waktu.

Ini bukanlah kamarnya, melainkan kamar Jingga.

Semalam hujan deras dan mereka memutuskan untuk tidur di rumah Jingga karena tidak ingin masuk angin di dalam tenda.

Semua cowok tidur di depan televisi, sementara Iris di kamar seorang diri.

Pagi ini ia disambut oleh harum masakan di dapur, bukan suara kipas angin dan jarum jam dinding.

Rasa sepi dan hampa sedikit tertutupi, gadis itu melangkah dan berhenti di samping Lembayung yang tengah menggoreng nasi.  Cowok itu menoleh, menatap kedua matanya sebelum senyum manisnya terulas.
"Bagus kalau kamu tidur nyenyak, kamar Jingga nyaman ya pasti," katanya dengan tawa kecil.

"Wanginya enak," jawab Iris jujur.
Lembayung mengangguk-angguk, walaupun sebenarnya jealous dalam hati.

"Astaga, anak perawan mana nih yang baru bangun?" Jingga keluar dari kamar mandi dengan handuk kecil di lehernya, datang-datang dia mengambil tempat di samping kekasih bayaran Lembayung.

Iris berjinjit, mengendus leher Jingga hingga mengundang keterkejutan cowok itu. Bahkan, Lembayung pun tak bisa menyembunyikan keterkejutannya, dia kontan menarik lengan Iris, mengubah posisinya hingga dirinya yang berada di tengah.

Bulu kuduk Jingga meremang, dia mengusap lehernya sendiri. "Mesum lo!" serunya histeris.

"Mesum matalo! Gue cuma kepo wanginya!" Gadis itu membela diri.

"Oh." Cowok bermata sipit itu tersenyum, kemudian mencium ketiaknya sendiri. "Gue emang wangi sih, Lani juga suka—" kalimatnya menggantung, sorot matanya berubah sendu.

"Bisa ambilin telur?" tanya Lembayung memecah suasana yang sempat terasa menyesakkan.

"Oke siap!" Cowok itu pergi, dengan senyum palsunya.
Iris menatap punggungnya dengan wajah datar. Ingatannya kembali saat dirinya tak sengaja menangkap keberadaan Jingga yang menangis, memohon pada hujan semalam. Meminta agar rindunya disampaikan.

"Kamu bawa baju ganti, kan? Mandi dulu sana, terus sarapan, setelah itu saya mau ajak kamu jalan-jalan."

Sebenarnya Iris ragu untuk menumpang mandi di rumah orang, terlebih di sini isinya cowok semua. Namun, karena mau diajak pergi Lembayung, mana mungkin Iris menunda mandi dan beresiko bau apek.

Jika ada yang bertanya kemana yang lainnya pergi, mereka sedang joging, katanya.
Pengecualian untuk Levi yang semalam pulang karena dijemput oleh satpam rumahnya.

***

Walaupun ditertawakan oleh teman-temannya, tapi Lembayung tetap pada rencana awalnya. Yakni ; mengajak Iris jalan-jalan naik sepeda dengan membawa beberapa camilan di keranjang yang biasanya digunakan untuk camping keluarga.

Sebenarnya enggan, tapi mana mungkin ia menolak ajakan Lembayung yang mungkin saja tidak akan datang lagi nanti.

"Kamu yang di depan, ya? Nanti saya bantu gayuh sepedanya," ujarnya. Ada alasan mengapa ia berkata demikian, jika dirinya mampu melakukannya, ia tak mungkin akan menyuruh pacarnya yang membawa sepeda.

Kenapa harus sepeda?

Ya lebih romantis aja, hehe.
Walaupun jarang naik sepeda dan tahu kakinya akan pegal-pegal, tapi Iris mengangguk tanpa protes.
Kakinya mengayuh sepeda ontel entah punya siapa dengan semangat, sementara di belakang, Lembayung sibuk memegang keranjang sembari memotret pemandangan dengan kamera DSLR.

Paket 30 Hari(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang