25. Day 18.

678 105 16
                                    


"Sana pergi!" Iris mengusir, kemudian berlari memanjat pagar tanpa peduli jika dirinya tengah memakai rok pendek. Tidak ada yang melihatnya juga, kan?

Pada dasarnya Iris memang suka seenaknya, walaupun jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi, tapi gadis itu tetap nekat berangkat meski sudah tahu konsekuensi apa yang akan diterimanya.

Begitu sepatunya menapaki tanah, matanya langsung bertubrukan dengan satpam sekolah yang sepertinya memang menunggu.

Pria itu geleng-geleng sembari melambaikan tangan.
"Bapak udah dengar grusak-grusuk, tapi nggak nyangka kalau perempuan yang ternyata jadi ninja," ujarnya.

Iris mendengus, ia menyibakkan rambut panjangnya yang berkeringat. "Hukumannya apa?" tanyanya to the poin.

"Lari keliling lapangan sepuluh putaran." Sekonyong-konyong guru kesiswaan datang entah dari mana.

Tanpa perlu protes ataupun meminta keringanan, Iris segera berlari menuju lapangan. Gadis itu membuang asal tasnya, kemudian berlari meski dalam hati tak henti-hentinya menyumpah sarapahi.

"Bayangin kita lagi lari bareng menuju masa depan."

Antara kaget dan heran, tapi Lembayung benar-benar ada di sampingnya, menyamakan langkah kakinya dengan seulas senyum manis yang membuat lebah pun terpana.

Di bawah teriknya matahari pagi, kedua remaja itu sama-sama dibuat berbunga-bunga oleh rasa yang dinamakan cinta.

"Lo ngapain bego?!"

Lembayung emang sudah rada-rada. Cowok itu masuk ke sekolah orang dan ikut berlari dengan seenaknya.

"Saya nggak mau lihat kamu dihukum sendirian," jawabnya dengan napas yang mulai tak beraturan. Padahal baru beberapa putaran, tapi seluruh tubuhnya sudah terasa tidak karuan.

"Goblok banget sih," decak Iris keheranan.

Brukk.

Lembayung terjatuh, terguling di rumput dengan peluh yang sudah membanjiri tubuhnya, berusaha mengabaikan rasa sakit di dada serta kakinya, ia tertawa terbahak-bahak sembari menutup wajahnya yang memucat. "Saya semangatin aja ya, tiba-tiba mager," bohongnya.

"Mending lo ke kandang sendiri," jawab Iris sembari merotasikan bola matanya, tidak menaruh curiga sedikitpun.

Cowok itu tersenyum. "Nanti, setelah kamu masuk," jawabnya. Ia dengan susah payah mengatur napasnya agar kesadarannya tidak hilang.

"Jangan pingsan, jangan lemah ... pasti bisa!"

Masih ada dua putaran lagi, tapi Iris yang sudah tidak kuat memilih menjatuhkan tubuhnya di samping Lembayung. Gadis itu ikut terlentang dengan lengan yang menutupi matanya.

"Gue yang lari, tapi lo justru yang kayak mau mati," celetuknya.

Samar-samar Lembayung masih dapat mendengarnya. "Kalau tiga puluh hari kita berakhir, kamu masih bakalan ingat saya nggak?" tanyanya lirih.

"Mana gue tau." Gadis itu mengedikkan dagunya, agak tidak suka dengan topik yang
Lembayung bawa dalam wacana.

"Walaupun kita pacarannya sementara, kamu bakal sedih nggak kalau seandainya saya pergi?"

Detik-detik berlalu, Iris sadar jika suasana hatinya bertambah buruk sesaat Lembayung mengatakannya. "Bukan seandainya lagi, pada akhirnya kita bakalan sama-sama pergi."

Lembayung tersenyum pedih, sementara Iris membuang muka, sorot datarnya memancarkan luka.

"KALIAN SEDANG APA, HAH! KAMU SIAPA? SISWA DARI SEKOLAH MANA, APA YANG KAMU LAKUKAN DI SINI!" Teriakkan kepala sekolah dengan bantuan toa berhasil membuat beberapa murid menatapnya.

Paket 30 Hari(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang