Genre : Fiction, romance, teenfiction.
OPEN JASA SEWA PACAR, diskon hingga 30%
---
"Mbak yang open, kan? Kalau saya ambil paket seumur hidup bisa?"
"Skip."
"Hehe lupa. Jangankan seumur hidup, saya aja nggak yakin bisa menamani kamu hingga tiga pulu...
Ruang dengan tatanan elegan dan mewah ini masih terasa hampa seperti terakhir kali Lembayung menginjakkan kakinya di sini.
Sembari menggendong tas besar, cowok itu melangkah semakin ke dalam, hawanya seperti berjalan masuk ke dasar lautan, hening, sesak dan dingin.
Pada sebuah meja makan keramik tersebut, terisi tiga manusia yang tengah khidmat menyantap makanannya. Refleks menggerakkan kepala begitu menyadari kehadirannya.
Athena dengan sumringah menjeda acara makannya untuk sekedar bersorak dan melompat ke tubuh tegap sang kakak yang dianggap telah melupakannya, sementara kedua orang dewasa di sana hanya diam, diam-diam tersenyum miring.
"Broww, kangen ..., " rengeknya manja.
Lembayung membungkuk, mengusap pelan rambut adiknya dengan penuh sayang. "Kalau kangen harus cium kakak dua kali."
Tentu saja Athena tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk mengecup pipi kakak gantengnya.
"Udah nyerah?" Diana konsisten tersenyum miring. "Mami bilang apa, Bay. Usaha kamu sia-sia kalau lawan mami. Coba dari dulu kamu nurut, pasti kamu nggak akan pernah kesusahan ... gimana pun, kamu nggak akan bisa hidup tanpa mami," katanya dengan nada yang terdengar penuh kemenangan.
"Saya emang nggak bisa hidup tanpa mami," balas Lembayung, bibirnya tersenyum sumir. "Dibandingkan penolakan, selama ini saya lebih banyak nurutnya, hehe ... mami lupa ya?"
"Kamu selalu menentang keputusan mami."
"Kali ini mungkin nggak lagi." Lembayung kemudian melangkah pelan menaiki tangga. Bukannya tak sanggup menyewa apartemen lagi, tapi Lembayung merindukan mami. Keinginannya untuk menghabiskan waktu bersama wanita itu tiba-tiba hadir.
***
Sudah dari beberapa jam yang lalu Iris terus bergerak di atas tempat tidur. Kenyataannya posisi nyaman dan tubuh lelahnya tak mampu menghantarkannya ke dimensi di mana ia bisa bermimpi.
Segalanya sudah gadis itu coba. Dari menghitung domba, menyalakan musik pengantar tidur, sampai membaca buku pelajaran— kenyataannya pada pukul tiga pagi ia masih terjaga.
Iris mencak-mencak, frustasi.
Sudah merasa putus asa, akhirnya gadis itu menyerah juga.
Diambilnya jaket yang tergantung di belakang pintu, ia kemudian berlari keluar bersama resah menembus dinginnya udara.
Ia bukan gadis yang gemar olahraga, maka berlari sepagi ini jarang dirinya laksanakan. Kota ini masih hening, belum berisik oleh omelan ibu rumah tangga di pagi hari, maupun berisik kendaraan saat jam tujuh pagi.
Pikirnya tentang ia yang menjadi satu-satunya manusia di jalan ini segera sirna. Kenyataannya ada manusia lain yang lebih dulu datang dengan membawa banyak jenis duka di pundaknya.
Iris memelankan langkahnya. "Gue bakalan anggap nggak pernah lihat lo di sini," ucapannya mengundang kernyitan di dahi cowok itu.
"Kenapa? Gue nggak lagi kencing atau lakuin hal yang aneh juga," jawabnya, heran.
"Bukannya lo mau mati bunuh diri?"
"Kenapa gue harus membunuh diri gue yang berharga?" Dia balik bertanya.
"Kayak pernah denger," balas Iris acuh tak acuh.
Tiba-tiba cowok itu turun dari pembatas jembatan, kemudian menghampiri Iris sembari menyodorkan tangan kosong. "Gue Jingga, temen cowok lo," ucapnya tanpa diduga-duga.
"Lo tau gue?"
Jingga mengangguk. "Pacar sewaannya Lembayung, kan?" Ditatapnya Iris sekali lagi untuk ia kenali, ia kemudian menganggukki ucapan Lembayung waktu itu yang bilang jika Iris cantik.
Iris melewati Jingga tanpa menyambut uluran tangannya, kakinya berhenti di depan pembatas besi, matanya menyorot arus sungai tanpa berkedip.
"Kalau lo mati, mayat lo bakalan kebawa arus, terus ngambang, bisa jadi nyangkut," ujarnya. Jingga menoleh, tak ayal bulu kuduknya berdiri.
"Gue nggak akan suicide, tubuh gue nggak akan nyangkut dan ngambang," jawabnya ketus.
"Tapi lo kepikiran, gue tau. Dari cara lo natap ke bawah sambil menghela napas berat, lo ragu... simpelnya, hidup enggan mati nggak mau," jawabnya sok bijak.
Cowok bertubuh jangkung itu berdiri sembari memasukkan lengannya di dalam hoodie. "Lo bisa baca pikiran orang?"
Iris menggeleng gamblang. "Gue ngarang."
Terdengar decakan kesal. "Oh sok tau," gumamnya.
Dibilang sok tahu sih memang benar, tapi juga sebenarnya tidak sepenuhnya ngarang. Melihat Jingga seperti melihat dirinya sendiri ketika sedang berputus asa.
"Kematian lo bisa meruntuhkan semesta." Iris berkata.
"Semesta orang yang sayang sama lo," imbuhnya.
Kalimat itu dibalas tawa sumbang dari Jingga. "Gue bukan semesta bagi siapa-siapa dan semesta gue juga udah nggak ada," katanya.
Iris tidak menjawabnya lagi. Untuk sesaat hanya ada keheningan yang menjadi teman selain dingin yang hampa.
"Lo keluar karena nggak bisa tidur? Mikirin utang? Atau hubungan lo memasuki masa tenggang?" tanya Jingga beberapa menit kemudian.
Gadis itu hanya melirik tanpa ada niat untuk menjawab.
"Lo suka dia?" Jingga bertanya lagi.
"Iya," jawabnya tanpa beban.
Jingga mengangguk-angguk. "Gue nggak akan bilang, tenang aja. Cinlok klien sama pemberi jasa itu wajar, klise banget," komentar cowok itu.
"Pasti endingnya saling suka terus pacaran beneran. Udah ketebak sih, jangan lupa kasih pajak jadian," imbuhnya dengan senyum tipis.
"Oke."
Jingga tergelak entah karena apa. Tebakannya benar, siapa sih yang tidak kepincut pesona Lembayung?
"Kalau Lembayung-nya nggak mau sama lo. Panggil gue aja, gue bisa gantiin haha." Dia berbicara seperti cowok buaya di luaran sana, seperti bukan sadboy yang baru kehilangan sang kekasih hati.
"Nggak akan bisa, karena setelah keunguan pergi, yang datang adalah kegelapan," jawabnya.
"Bisa aja, nggak akan gelap lagi kalau judulnya diubah jadi Iris Jingga, haha."
Pembicaraan itu bertahan lama, hingga di depan matanya, Iris berhasil melihat arunika yang mulai menyembul malu-malu di ujung kota.
Bersambung.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dikit banget ya? Sorry:)
Jangan lupa tinggalkan jejak 🖤
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.