Spesial update karena Wayv comeback, jangan lupa streaming 🖤
Byurrr.
Kedua remaja itu refleks bangun dengan mulut mengap-mengap seperti ikan ketika satu gayung air menyapa tubuhnya.
Iris yang sudah terbiasa dibangunkan dengan cara ekstrem seperti ini oleh Hera sudah tidak kaget lagi, gadis itu mengambil bantal guling, bersiap melemparkannya ke arah sang mama.
"He-" Bibirnya terkatup rapat, gadis itu menelan bulat-bulat umpatannya yang sudah berada di ujung lidah.
Sepasang matanya mengerjab beberapa kali ketika melihat Lembayung yang sedang mengusap wajah basahnya. Ia tertegun ketika menyadari jika semalaman ia tidur satu ruangan dengan cowok itu.
"Arghh." Keduanya mengaduh bersamaan saat Hera dengan wajah garang menarik telinganya.
"Lo apa-apaan sih!" protes Iris kesakitan.
Hera melepaskan jewerannya dari telinga sang putri, kini tatapannya berporos sepenuhnya ke arah Lembayung yang meringis kecil. "Lo apain anak gue, hah?!" tanyanya tidak nyantai.
Sambil mengusap-usap telinganya, Iris membuang napas. "Cuma tidur, bukan celap celup kayak yang biasa lo lakuin!" jawabnya.
"Diem! Lo kalau tidur kayak orang mati goblok! Emangnya lo bisa pastiin kalau Lembayung nggak ngapa-ngapain?" tanya Hera menggebu-gebu.
Lembayung kebingungan, dalam keadaan kesadaran yang baru terkumpul, cowok itu menatap Hera. "Saya ketiduran, Ma. Nggak ngapa-ngapain, suerr." Kedua jarinya membentuk peace.
"Otak lo kotor banget sih, Her." Iris berdecak, dengan gerakan ringan ia melepaskan kaosnya, hingga terpampang tanktop hitam yang tidak mampu menutupi bahu putihnya. "Lo lihat, nggak ada bekas cipok, kan?" tanyanya sensi.
Hera mendelik, ditutupnya wajah Lembayung yang terbengong-bengong dengan telapak tangannya.
"Pake bajunya! Gue bikin burik tau rasa lo!" omel Hera. Ia tahu anaknya seperti itu karena mencontohnya.
Iris memakai kaosnya dengan gerakan kilat, lantas bangkit dan menarik lengan Lembayung setelah berhasil meloloskannya dari cengkraman Hera.
"Sebentar." Lembayung menghentikan langkahnya, dengan lembut ia melepaskan cekalan Iris.
Tubuh tegapnya berbalik. "Saya beneran nggak sengaja ,Ma. Maaf, saya siap dihukum seberat-beratnya," ujarnya bersungguh-sungguh.Hera dan Iris kompak menggembungkan pipinya, menahan tawa.
Menghela napas, Hera bergerak mengunci pintu agar kedua remaja itu tidak dapat kabur. "Berdiri di sana!" Wanita itu mengacungkan telunjuknya ke pojok.
"Anj-"
Lembayung memberi isyarat dengan gelengan kepala, ditariknya lengan Iris untuk ke pojok. Keduanya berdiri menunduk seperti sedang dihukum oleh guru.
Sementara itu, Hera yang belum benar-benar yakin melanjutkan penyelidikannya. Hidungnya mengendus-endus seprei, bantal serta karpet. Tak hanya itu, dia juga meneliti barang-barang untuk memastikan tidak ada semacam lendir putih dan sebagainya.
Lembayung dan Iris saling curi-curi pandang, mereka tentu paham. Otaknya bahkan tidak perlu berpikir dua sampai tiga kali untuk memahaminya.
"Ya nggak ada, kan keluarnya di dalem," celetuk Iris karena geram.
Lembayung memamerkan senyum termanisnya ketika mendapatkan tatapan membunuh dari Hera."Emangnya mama cari apa ya?" Sumpah, Lembayung benar-benar tidak ngapa-ngapain, tapi otaknya lemot kalau soal membela diri. Jadi pura-pura tidak tahu adalah solusi yang terbaik, kan?
"Gue percaya nih sama lo! Sampai berani sentuh anak gue, lo abis." Hera mengancam sambil menggoreskan telapak tangannya di leher, memberi tahu jika Lembayung berani macam-macam, maka dia akan memenggalnya dengan tangannya sendiri.
Iris membuang muka. Hatinya menghangat, tapi terselip rasa sedih yang tak bisa ia hindari.
Kedua alis Hera mengkerut ketika Lembayung menodongkan tangannya. "L-lo mau minta duit?" tanyanya ragu.Cowok itu terkekeh, diraihnya punggung tangan Hera untuk dirinya tempelkan ke kening. "Saya pamit pulang dulu, Ma."
"Saya pulang dulu, nanti chat, oke?" Lembayung berganti mengacak rambut Iris yang sedang tertegun.
"Gue ikut!" Gadis itu menarik ujung kaos Lembayung, menahan sang klien agar tidak pergi.
"Bangsat nih anak," decak Hera tidak habis pikir.
"Nanti saya telpon biar nggak kangen," jawab Lembayung seulas senyum manisnya justru membuat Iris memutar bola matanya.
"Emang hari ini kita nggak pacaran?"
Hera menarik lengan Iris. "Lo cewek jangan agresif anjing!" makinya.
"Agresif apaan sih? Orang gue mau ikut dia biar nggak berduaan sama lo!" balas Iris kesal.
Hera molotot, cengkramannya mulai mengendur. "Gue mau tidur, lo nggak usah khawatir," jawabnya sebelum mengambil langkah.
"Beneran secanggung itu, gue males."
Gadis itu membuang muka. "Lo boleh pergi," ucapnya kepada Lembayung.
***
Tok tok!
Iris bergerak gelisah di depan pintu, nampan berisi ayam, sayur sop dan nasi di tangannya ia pandangi dengan jantung berdegup kencang. Syukur-syukur Hera tidur beneran saja deh.
Setelah beberapa menit tidak mendapatkan sahutan, Iris berspekulasi jika Hera memang tidur. Ia memberanikan diri untuk masuk saja. Toh, Hera juga tidak akan menyadarinya, kan?
"Ngapain lo?"
Langkah Iris terhenti, tubuhnya membeku begitu perempuan dengan handuk yang melilit di tubuhnya itu berbicara. "B-buta lo?" gagapnya
sambil meletakkan nampan tersebut di atas nakas.Senyum kecil terbit dari bibir tebal Hera. Wanita itu bergerak mencekal putrinya yang hendak kabur. "Lo sendiri udah makan?" tanyanya.
"Kepo!" balas Iris membuang muka.
Tawa Hera mengudara, cekalannya terlepas, ia mengusap pucuk kepala putrinya sekilas. "Dih, gengsian. Ngapain malu nunjukin perhatian ke nyokap sendiri," ujarnya.
Hera tahu, meski Iris kadang bersikap dingin dan selalu jauh dari kata anak baik, tapi gadis itu menyimpan rasa sayang sebagai mana Hera menyayanginya.
Keduanya mungkin berbeda dengan orang-orang dalam menunjukkan rasa sayangnya.
Iris tidak menjawabnya, gadis itu hanya berdecak dan segera mengambil langkah seribu untuk keluar dari sana.
Bersambung.
Cuma mau bilang, semangat.
See you next chapter, jangan lupa vote komen dan follow 🐮
KAMU SEDANG MEMBACA
Paket 30 Hari(END)
Teen FictionGenre : Fiction, romance, teenfiction. OPEN JASA SEWA PACAR, diskon hingga 30% --- "Mbak yang open, kan? Kalau saya ambil paket seumur hidup bisa?" "Skip." "Hehe lupa. Jangankan seumur hidup, saya aja nggak yakin bisa menamani kamu hingga tiga pulu...