28. Day 19.2

667 100 1
                                    

"Lo di mana?!"

"Gue otw terbang ke Vrindavan," jawab Hera di seberang telepon. Terdengar grusak-grusuk, agaknya wanita itu memang sedang berada di tempat yang ramai seperti bandara.

"BALIK NGGAK? LO MASIH SAKIT, ANJIR!"

Tutt—

"HER!"
Iris marah-marah di tempatnya, sintingnya Hera kumat lagi. Bahwasanya marahnya Iris hanya lima belas persen, sisanya lebih ke khawatir.

Walaupun begitu, tapi Iris yang baru sampai di rumah kembali beranjak keluar untuk menghampiri Lembayung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Walaupun begitu, tapi Iris yang baru sampai di rumah kembali beranjak keluar untuk menghampiri Lembayung.

Suara pintu terbuka mengalihkan perhatian cowok yang sedang sibuk dengan pikirannya, terlihat agak terkejut, tapi pada akhirnya senyumnya terulas manis seperti biasa.

"Saya nggak bisa beri kabar untuk sekarang, ternyata ponsel saya hilang," katanya. Seolah dia tahu Iris menunggu kabar darinya.

"Gue nggak tanya," balasnya ketus.

"Sini duduk." Cowok itu menepuk-nepuk kasur di sebelahnya.

Seperti robot, Iris menurut tanpa mengeluarkan protes sepatah katapun. Untuk beberapa menit hanya ada keheningan yang menemani keduanya. Iris tak berniat bersuara lebih dulu walaupun rentetan pertanyaan yang ingin ia tanyakan sudah tersusun di kepala.

Sementara Lembayung diam sebab sedang menahan rasa sakitnya. Sepuluh jemarinya mengepal, kakinya turut menegang.

"G–gue nggak suka kepo privasi klien, tapi— "

"Tapi kenapa? Mau tau? Sama aja dong, kepo." Lembayung memotong dengan wajah tengil.

Iris hampir mengumpat, kenapa sih dirinya ingin tahu? Sudah mau membuang rasa gengsinya, tapi Lembayung dengan bodohnya justru mengacaukan segalanya.

"Mau tanya apa?" tanya Lembayung pada akhirnya.

Membuang muka, Iris berdecak kesal, ngambek ceritanya.
"Marah ya?"

"Nggak."

"Bohong, kamu marah tuh."

"..."

"Kalian lagi berantem?"
Sekonyong-konyong dokter Yusuf sudah berdiri di tengah-tengah pintu.

Iris membuang muka, sementara Lembayung melemparkan tatapan memohon sembari menggeleng. Dalam hati terus berkata, "Jangan sekarang, dia nggak boleh tau apapun."

"Gue keluar dulu," ucap Iris kepada Lembayung.

Untuk sejenak cowok itu dapat bernapas lega.

"Dia, ya?"

***

Lembayung itu ganteng, suka mesem-mesem dan kadang otaknya sedeng. Cowok itu suka tertawa, tapi tak pernah menunjukkan lukanya.

Paket 30 Hari(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang