37. Day 28.

655 94 0
                                    

Panjang ceritanya hingga Iris berakhir ikut camping bohongan seperti ini. Kenapa ia sebut bohongan alih-alih beneran? Sebab mereka membangun tenda di belakang rumah Jingga, bukan di gunung.

Ada dua tenda di sini, satu untuk cowok dan yang satunya untuk Iris yang cewek seorang diri.

Ide konyol ini Lembayung yang mengusulkan, dia bilang ingin camping dan membuat api unggun, tapi karena sedang memasuki musim hujan, jadi Lembayung menyuruh untuk membangun di sini belakang rumah, lebih aman katanya.

Gadis itu duduk di antara Jingga dan Lembayung yang sedang sibuk memanggang sosis, sementara yang lainnya justru cekikikan sendiri sembari bermain gitar.

Sesekali mencomot sosis yang baru matang, memakannya tanpa malu meski tak ada kontribusi memanggang.

"Kalian ini, lagi dalam masa tenggang kan hubungannya?" tanya Doni dengan mulut penuh sosis. Dia menuding Iris dan Lembayung bergantian.

"Lo pikir kartu perdana?" sahut Rendy sambil geleng-geleng.

Novan dan Jingga tertawa kecil, sementara Levi mendengus. "Sampai buka sewa pacar hm, miskin kah? Atau cuma gabut?" Pertanyaan itu praktis mendapatkan tatapan bermacam-macam dari yang lain.

Iris mengedikkan dagunya. "Miskin," jawabnya tanpa ragu.

"Lo bosen ganteng? Mau gue tonjok sampe patah tuh hidung?" Lembayung mengacungkan Capitan.

"Kalau patah bisa ditambal, gue punya banyak duit."

Aksara yang sedari tadi diam menghela napas, bola matanya bergulir kesal. "Le, udah. Bangkrut bau tau rasa lo."

Cowok berkulit putih itu memilih diam. Diam-diam menghabiskan daging yang baru turun dari mesin grill.

Jingga memberikan beberapa sosis untuk Iris di sampingnya. "Ris, kenapa sosis bentuknya lonjong, bukan bulet?" tanyanya.

"Soalnya yang bulat itu—" Iris menggantungkan kalimatnya, gadis itu tertegun setelah menyadari ketujuh cowok di sekelilingnya sedang menatap dengan raut menuntut jawaban.

"Soalnya kenapa?" tanya Aksara penasaran, yang lain pun begitu.
Ia bergerak gelisah, garuk-garuk kepala sampai merasa ingin menghilang, sepasang matanya menatap Lembayung, meminta bantuan.

"Saya juga penasaran, kenapa bentuk sosis selalu lonjong? Kenapa nggak bulet atau segilima aja gitu."

"Mungkin dulu belum ada cetakan, jadi lonjong doang."

Tidak ada harapan, jawaban Lembayung yang ikut kepikiran membuatnya mendesah frustasi.

"Nah gue juga bingung!" Jingga menjentikkan jarinya.

Ketujuh cowok itu berdecak, berpikir karena kepikiran.
Pengalaman pertamanya nongkrong dengan banyak cowok, Iris sedikit tidak percaya dengan bahan pembicaraan yang mereka bahas.

Ia pikir cowok kalau nongkrong membicarakan cewek atau hal yang lain, tapi rupanya— serius mereka menjadikan diam dan galau karena kepikiran bentuk sosis?!

"Dulu orang luar negeri kayaknya cetak sosis pake usus hewan yang udah dibersihin, mungkin karena itu bentuknya lonjong," timpal Doni setelah sekian purnama bergelut dengan pikirannya.

"Terus kenapa bakso bentuknya bulet?" Jingga bertanya sembari memelototi bakso bakar.

"Nggak juga, ada kok yang bentuknya gunung," jawab Rendy cepat.

"Tapikan—" nampaknya penasaran Jingga belum terbayarkan, rasa ingin tahunya semakin tinggi.

"Ya karena lebih efisien aja, mudah dibentuk dan cepat. Buat bakso kan nggak satu dua, bayangin kalian buat bakso satu kilo tapi bentuknya jajar genjang, apa nggak patah tangannya?"

Paket 30 Hari(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang