Lembayung tahu dirinya bersalah, ia menyesal tapi tak ada rencana untuk meminta maaf, begitupun dengan Iris yang merasa kesal, marah dan sakit, tapi tetap datang untuk cowok itu.
Maka ketika bulu mata lentik itu bergerak-gerak hingga kedua matanya terbuka, keberadaan gadis berparas ayu yang tengah membuka jendela mampu membuatnya menganga sampai berpikir ini hanyalah mimpi semata.
"Kamu di sini?" tanyanya.
"Gue nggak akan makan gaji buta," jawabnya ketus.
Sudut bibir Lembayung berkedut. "Kamu nggak marah?" tanyanya lagi.
Menarik kursi, gadis itu berdedekap dada dengan raut datar. "Kenapa gue harus marah? Lo juga nggak mungkin merasa bersalah, Kan?"
Lembayung diam seribu bahasa.
"Tinggal sepuluh hari ya?" tanya Lembayung setelah seperkian menit membisu.
Tak ayal ada rasa tidak rela yang menyelimuti hati keduanya. Namun, rupanya keduanya sama-sama jago dalam hal membohongi. Lembayung terlihat tersenyum biasa saja, begitu pula dengan Iris yang nampaknya sangat tidak keberatan.
"Makanannya hambar, kayaknya saya butuh senyum kamu." Lembayung tiba-tiba menyeletuk dengan tawa kecil.
Mengambil nampan di nakas, Iris tersenyum tipis sambil menyendokkan makanan ke hadapan Lembayung yang berhasil dibuat tertegun.
"Lo harus tau, senyum gue mahal."
Lantas Lembayung menerima suapan tersebut dengan hati berbunga-bunga, sepasang matanya tak beralih dari senyum Iris barang sedetikpun."Wajah kamu selalu datar, tatapan kamu juga nggak terbaca. Saya curiga kamu ini bukan manusia, tapi robot jelita," kata Lembayung, ngawur.
Iris menatap Lembayung lama, menyelami tatapan itu dengan seksama. "Tatapan lo penuh luka, padahal lo suka ketawa."
Kontan Lembayung segera membuang muka.
"Haha masa iya? Kamu bisa membacanya?"Yang ditanya justru mengedikkan bahunya. "Nggak sih, ngarang aja."
***
"Saya bosan banget, enaknya ngapain ya?" Gerak-gerik tidak nyaman Lembayung memang sudah terlihat dari kemarin, tapi sayangnya ketika dirinya meminta izin untuk pulang, dokter Yusuf tidak mengijinkannya.
Lembayung ingin sekolah, bermain dan melakukan banyak hal bersama Iris. Namun, sepertinya daksa belum mau Lembayung ajak untuk baik-baik saja.
"Bakar rumah sakit." Iris bercelatuk asal.
Padahal tidak lucu, tapi setidaknya mampu membuat Lembayung tergugu. "Jangan dong, bakar rumah sakit sama aja membunuh manusia. Kalau seandainya ini tempat nggak ada, ke mana mereka harus pergi dan meminta tolong saat lara?"
Iris mendelik, kontan melemparkan tatapan sinisnya. "Gue bercanda anj—"
"Tadi Zoya yang bawa, manis nggak?" Sengaja Lembayung menyumpal mulut sang gadis dengan jeruk yang baru ia kupas.
Mengetahui Zoya sampai memberikan jeruk membuat darahnya naik perlahan, dengan tegas ia menggeleng. "Nggak, nggak ada manis-manisnya," jawabnya.
Lembayung menaikkan sebelah alisnya, kemudian mengecap jeruk di mulutnya. "Apa lidah saya yang bermasalah karena habis minum obat ya? Jeruknya manis banget kok," katanya sambil menatap lawan bicaranya dengan seksama.
Manis apanya? Jelas-jelas kecut dan hambar gini. "Lidah lo eror—"
"Manis, kan saya makannya sambil lihat kamu," potongnya. Sukses besar membuat darah Iris terkumpul di wajah, si gadis pelangi bersemu, menahan malu.
"Hehe, bercanda. Jangan dimasukin hati ya." Kalimat selajutnya mampu membuatnya jatuh saat itu juga. Ribuan pisau tak kasat mata yang menusuk hati memaksanya tersadar.
Seperti tak ada beban Lembayung tertawa, lalu menyodorkan kupasan jeruk yang lain ke hadapannya. "Yang ini beneran manis, saya nggak bohong," jelasnya.
Persetan dengan jeruk manis dan kecut!
Persetan dengan rasa senang fana yang melahirkan sesak luar biasa!
Gadis itu memporoskan tatapan tajamnya. "Bacot lo." Bukan. Bukan itu yang ingin ia utarakan.
Mau marah, tapi Iris siapa?
Mau kecewa, tapi atas dasar apa?
"Jangan dimasukin ke hati," katanya. Ingat, jangan dimasukin, soalnya susah mengeluarkannya nanti."Gue mau pulang, Hera nyariin," ucapnya.
Lembayung segera menganggukki, seolah kepergian Iris memang sudah dia nanti-nanti. "Hati-hati," jawabnya.
Tenang saja, Iris juga tak berharap Lembayung akan menahannya untuk singgah dan tetap berada di sisi. Ia masih cukup tahu diri.
***
Terkadang menjauh dari huru-hara dan menyendiri itu diperlukan. Setelah hati diajak untuk kuat, otak dipaksa berpikir, Iris ingin tidur, mengistirahatkan tubuhnya dan tak berharap untuk bangun.
Kali ini, entah kenapa pantai menjadi tempat yang ingin dirinya kunjungi. Maka, ketika bulan tertutup awan ia menyeret kakinya untuk melihat ombak lebih dekat.
Angin menerpa tubuhnya, rambutnya yang sudah berkibar seperti bendera tak ia pedulikan. Sendirian ia duduk di atas hamparan pasir, kedua tangannya ia rentangkan, bau pasir dan laut ditangkap penciumannya. Iris membuang napas berat.
Peduli dengan rambut dan bajunya yang akan kotor, di bibir pantai ia membaringkan tubuhnya, langit malam tanpa gemilang dengan bebas ia pandang. "Orang kayak gue emang pantes buat jatuh cinta?" Monolognya.
Kata Hera, cinta itu cuma pembawa lara. Dia bilang hidup lebih tenang jika tidak menyukai siapa-siapa.
Seandainya bisa pun, Iris memilih untuk tidak jatuh. Ia sendiri tidak tahu kapan perasaan sialan cinta ini hadir.
Deru ombak seperti mengajaknya untuk tertidur, tapi sapuan yang mengenai mata kakinya menyuruhnya untuk beranjak.
Sapuan ombak selanjutnya mengenai lututnya, tak lama kemudian, dia datang lagi menyapu setengah badannya. Mungkin jika dirinya diam dan melanjutkan tidur, ombak akan membawanya bergabung dengan lautan."Kalau Lembayung nggak suka, biar gue yang suka. Seandainya gue ditolak, ntar gue kejar sampai dia nggak bisa ke mana-mana." Lalu Iris tertawa garing.
Mungkin, setelah tiga puluh hari ini berakhir... Iris akan maju, berlari dan menghancurkan palang pembatas.
Gadis itu menjentikkan jarinya. "Teruntuk Lembayung Bumantara, tunggu saja." Iris berdiri, ia menepuk-nepuk badannya yang telah basah. Ia berkata pada ombak yang baru saja menarik sedikit nestapanya."Jangan seret gue, gue mau nyeret Lembayung dulu."
Bersambung.
Bentar lagi ramadhan, selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankan.
Semoga cerita ini bisa tamat sebelum lebaran.
Next?
Jangan lupa tinggalkan jejak 🖤
KAMU SEDANG MEMBACA
Paket 30 Hari(END)
Teen FictionGenre : Fiction, romance, teenfiction. OPEN JASA SEWA PACAR, diskon hingga 30% --- "Mbak yang open, kan? Kalau saya ambil paket seumur hidup bisa?" "Skip." "Hehe lupa. Jangankan seumur hidup, saya aja nggak yakin bisa menamani kamu hingga tiga pulu...