27. Day 19.

688 103 4
                                    

"Kamu berbohong kepada saya? Kamu bohong tentang merasa lebih baik, kenapa?" tanya dokter Yusuf dengan wajah kecewa. Pria itu menatap kertas yang menunjukkan hasil pemeriksaan kesehatan Lembayung.

"Kamu sendiri yang paling tau tentang tubuhmu yang tidak boleh kelelahan sedikit aja, tapi kenapa kamu menyiksanya?" tukasnya.

Itulah Lembayung yang selalu mengajari orang bagaimana menghargai diri,  tapi lupa menerapkannya di hidupnya sendiri. Dokter Yusuf benar, Lembayung selama ini menyiksa dan membohongi dirinya sendiri.

"Saya paham, saya paham kamu juga ingin bermain dan melakukan hal-hal seperti yang lain, tapi kamu beda, Lembayung."

"Iya, saya beda.  Saya lemah dan penyakitan."

Wajah iba dokter Yusuf begitu ketara, membuat Lembayung tidak ingin menatapnya. Sejatinya Lembayung benci dikasihani, mungkin karena ini ia tidak mau yang lainnya mengetahui. Namun, keberadaan Zoya di pojok ruangan tidak ia sadari.

Zoya pun sama, dia terkejut dan ... kasihan, mungkin.

"Kamu tidak lemah."

Lembayung mengangguk. "Saya tau, maka saya nggak akan nyerah," ujarnya mantap. Jika kemarin ia sudah berpasrah, sekarang tidak lagi. "Saya akan berjuang, Dok. Saya mau hidup."

Lantas dokter Yusuf tersenyum haru.  "Saya senang, mendengarnya."

"Saya sudah menemukan kembali motivasi untuk kembali berjuang, saya harus tetap hidup. Saya ...  mau melindunginya."

Walaupun tidak tahu siapa yang pasiennya maksud, tapi dokter Yusuf tersenyum, kemudian menarik Lembayung untuk dirinya dekap. "Saya juga akan berusaha, mari kita sama-sama berjuang."

***

Ada tiga alasan mengapa seorang Iris Andromeda sudah badmood walaupun pagi belum habis.

Terhitung sudah ke dua puluh sembilan kali gadis itu menghela napas kesal sejak membuka mata.

Tiga alasan tersebut yakni;

Satu, kesal dengan Lembayung sebab ditinggal begitu saja. Harga dirinya terluka, rasa-rasanya seperti ditinggal suami saat malam pertama.

Dua, karena Lembayung tidak menghubunginya lagi setelah itu. Sekedar minta maaf ataupun menjemputnya tidak dia lakukan sama sekali.

Tiga, Hera yang sakit tiba-tiba. Wanita itu ia temukan pucat di dalam kamarnya, masih menggunakan seragam sekolah ia membawanya ke rumah sakit, tapi alih-alih menerima perawatan, Hera justru kabur ketika dirinya tinggal ke dalam kamar mandi.

Dipikir, Hera lebih konyol dari bocah TK yang takut diimunisasi— maksudnya, bukankah Hera sudah biasa ditusuk oleh sesuatu yang lebih besar? Akan tetapi, kenapa wanita itu mesti takut hanya dengan jarum suntik?

Menyusuri koridor rumah sakit, Iris mendumel kesal di dalam hati. Harus ke mana lagi ia mencari Hera? Padahal ia sudah bolos sekolah demi menghantarkannya ke rumah sakit.

"Ay! Itu Aris, kan?"

Iris menoleh begitu telinganya mendengar suara Zoya. Ekspresi wajahnya semakin keruh begitu matanya menangkap eksistensi Lembayung dan Zoya yang sedang berjalan dengan saling merangkul— lebih seperti, Zoya membantu Lembayung berjalan?

Zoya berlari mendekat, meninggalkan Lembayung begitu saja yang hampir oleng.  "Lo juga bolos?" tanyanya.

Alih-alih menjawab, Iris justru menatap datar Lembayung.

"Aris! Gue rencananya mau minta dibuatin surat izin, tapi lupa, eh lo-nya juga bolos!" imbuhnya.

"Kenapa lo bolos?" Iris bertanya.
"KENAPA BOLOSNYA SAMA PACAR GUE? DI RUMAH SAKIT LAGI!" jerit Iris dalam hati.

Paket 30 Hari(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang