17. Day 11.

789 117 0
                                    

"Aksara coba tanya ke saya, apa yang susah dari matematika?"

Semua pasang mata mengarah ke bangku salah seorang cowok yang namanya baru saja dibicarakan.

"Dari y,x, sin cos tan, susah semua. Apalagi soal sama materi yang dijelasin pasti beda banget," jawabnya dengan dengusan.

"Kalian ini nggak saling membantu ya sama Aksa? Nilai kalian pada bagus, kenapa cuma Aksara yang selalu jelek?" tanyanya kepada seisi kelas.

Kalau sudah seperti ini, Aksa hanya bisa menunduk malu sebab terus menolak teman-temannya yang selalu menawarkan bantuan kepadanya.

"Maafin kita, Pak. Lain kali kita nggak akan mengabaikan teman yang butuh bantuan lagi," ucap Doni yang diangguki oleh seisi kelas. Mereka dengan kompak menyesal Karena gagal membawa salah satu temannya untuk terbebas dari nilai di bawah KKM.

"Salah teman-temanmu yang tidak solid, atau salah otakmu yang tidak mau memahami, Aksa?" Guru matematika tersebut kembali bertanya. "Kok bisa kamu dapat nilai dua puluh sendiri di sini," gumamnya heran.

"Saya yang bodoh. Otak saya yang nggak mau berkembang dan akhirnya tertinggal." Aksara berbicara dengan senyum simpul. Cowok itu berdiri dan menyatukan telapak tangannya. "Temen-temen, maafin gue ya," ujarnya tidak enak hati.

"Jangan minta maaf, Sa. Lo tuh nggak bodoh!" seru Rendy tidak suka.

"Kalau nggak bodoh namanya apa, Rendy?" Pak Anton balik bertanya.

"Ya cuma kurang ahli aja di mapel itu. Nggak ada yang namanya orang bodoh tau," timpal Vano sembari memutar-mutar bolpoin di meja.

"Aksa unggul di pelajaran bahasa Indonesia, sementara saya sebaliknya, apa saya bisa dikatakan bodoh?"

"Nggak bodoh sih, cuma goblok aja. Perlu les privat dari Albert Einstein Lo!" sahut Levi dengan tawa kecil.

"Gue bercanda, Bay!" serunya ketika mendapatkan pelototan dari Lembayung.

"Pusing banget harus pintar di semua pelajaran." Jingga memijit pelipisnya, anak itu menghela napas berat. "Kalau nggak pinter satu aja bisa jadi bodoh," imbuhnya.

Wajah Aksara semakin terlihat murung setelah mendengar kalimat-kalimat dari yang lain. Ia tahu mereka membelanya, tapi hal itu justru membuatnya semakin merasa menyedihkan.

"Aksa jangan lupa belajar, nanti lusa kamu ikut remidi ya di kantor. Untuk kamu dan semuanya, saya minta maaf sebanyak-banyaknya apabila ada perkataan saya yang membuat kalian tersinggung. Saya cuma ingin yang terbaik untuk anak-anak saya. Sekali lagi, saya minta maaf," jelasnya bersungguh-sungguh.

"Maafin kita juga ya, Pak. Maaf kalau kita sebagai murid sudah bersikap lancang dan tidak sopan," ujar Doni- ia sebagai ketua kelas berbicara dengan lantang sebagai perwakilan.

Lembayung tersenyum, ia benar-benar merasa bangga dan teramat beruntung karena berada di sekolah ini.

Ia rasa, yang lainnya pun merasakan demikian.

"Mau kantin nggak?" tanya Levi yang sudah berdiri dari duduknya.

Vano, Doni, Rendy dan Jingga dengan kompak mengangguk dan langsung beranjak, sementara Aksa dan Lembayung masih anteng di tempatnya.

Paket 30 Hari(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang