Di hari Kamis yang cuacanya masih sedikit mendung ini, Alan bangun pagi-pagi sekali. Sebelum fajar menyingsing, ia sudah sibuk di dapur. Menyiapkan bahan-bahan untuk membuat sarapan pagi nanti.
Kemarin malam, ia melihat sebuah video tutorial membuat sandwich buah yang mudah ditiru, di internet. Karena itu juga Alan bergegas pergi ke minimarket, membeli dua pak roti yang kebetulan kehabisan stok di rumahnya, serta beberapa camilan dan minuman kaleng. Tidak tahu juga mengapa dirinya bisa se-tertarik itu untuk ingin langsung segera mencoba.
Sejak usianya genap 12 tahun, Alan mulai memiliki ketertarikan di dunia memasak. Mungkin juga karena ia lahir di keluarga yang semua anggotanya pandai di bidang itu.
Ayahnya pernah merintis usaha di bidang kuliner. Ibunya sudah sukses di bisnis katering miliknya sendiri sejak dulu. Kakaknya pun tidak kalah jago dengan kedua orang tuanya. Dari sana, Alan ingin bisa seperti ketiganya.
20 menit berlalu, Alan habiskan untuk membuat 5 potong sandwich berukuran sedang. Satu untuknya, 4 sisanya untuk orang rumah, termasuk untuk Mbak Inggit, seorang asisten rumah tangga.
—06.20 WIB
"Udah mau berangkat, Lan? Jalan kaki lagi?" Wanita berparas ayu datang menghampiri Alan di kamarnya. Menyodorkan sebotol minum air putih pada Alan yang baru saja selesai mengikat tali sepatu.
Alan menerimanya dengan seulas senyum. "Iya."
"Kenapa nggak bawa mobil aja? Kamu punya mobil dianggurin gitu."
"Masih nggak berani, Tan."
Itu jelas hanya dusta. Alan sudah berkali-kali menyetir mobil, tapi Alan memang belum punya keinginan menggunakan mobil untuk berangkat ke sekolah yang terbilang cukup dekat ini. Jalan kaki saja tidak akan membuat dirinya pingsan atau kram kaki. Dan lagi, Alan hanya hemat pengeluaran.
Tante Yasmeen hanya tersenyum memaklumi dan keluar ruangan lebih dulu.
"Bu, Alan berangkat sekolah dulu," kata Alan ketika melewati ruang TV rumahnya.
Tidak ada jawaban dari sana. Hembusan angin pagi yang dingin dari jendela membawa senyap di ruangan itu masuk menembus kulitnya. Membuat Alan hanya bisa tersenyum sumir.
Alan sangat merindukan segalanya tentang rumah. Bukan hanya tentang sebuah bangunan tempat dirinya berlindung dan berteduh, tapi juga tentang cerita setiap penghuninya.
Biasanya, akan ada jenaka Bapak sebagai penutup makan malam, akan ada perdebatan kecil setiap pagi antara Alan dan sang kakak, akan selalu ada omelan Ibu yang kadang masih tidak habis pikir dengan kerusuhan yang dilakukan tiga orang laki-laki di rumahnya.
Alan kira, semuanya akan terus berulang seperti itu sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Selama mungkin sampai Ibu dan Bapak bangga pada anak cucu mereka yang sukses di masa depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
8 LETTERS | Chenle-Ningning
Teen FictionSMA punya banyak kenangan dan cerita menarik bagiku. Masa dimana aku mengenal dewasa dan segala hal baru tentang dunia. Tentang cerita dengan banyak gelak tawa dan bahagia, beragam luka dan obatnya, obrolan tengah malam, juga akhir pekan yang menyen...