Ada waktu luang? |
Gue mau ketemu. |J
| Lo nggak bisa lebih ngagetin dari ini?😀
| Tumbenan amat seorang Alan nge-chat duluan, nggak nunggu gue koar-koar duluLo belum jawab pertanyaan gue. |
J
| Gue lagi di rumah Adis, Lan
| Bersosialisasi dengan manusia lain. Emangnya lo?
| Kenapa tiba-tiba pengen ketemu?Ada lah, kapan lo ada waktu? |
J
| Hm, kapan ya? Akhir-akhir ini lagi sibuk banget nih gue
| Biasa, calon pejabat😊💅🏻Alan mendengus. Mematikan layar ponsel. Mendadak merutuki diri sendiri yang terlalu cepat memberi balasan lagi padahal Jeli saja baru membuka pesannya di petang ini.
Di saat Alan dibuat pusing karena gadis itu, Jeli justru terlihat tetap bahagia-bahagia saja dengan hidupnya. Alan jadi berpikir, apakah itu hanya bagaimana Jeli menjalin sebuah pertemanan, atau Alan saja yang terlalu banyak memikirkan gadis itu sampai termakan ucapan Om Aga dan Marvel yang memberinya pelajaran bertajuk seni jatuh cinta.
Alan tahu Jeli seorang yang pandai bersosialisasi. Teman laki-lakinya mungkin lebih banyak dari jumlah seluruh kawan yang Alan miliki. Sebab dirinya jarang berinteraksi dengan teman perempuan, Alan merasa ketika Jeli mendekatinya jadi seperti memunculkan sebuah kesalahpahaman. Tepatnya bagi Alan sendiri.
Gadis itu terlalu ramah. Terlalu asik. Dan selalu bisa menghidupkan suasana sebanyak apapun kecanggungan yang pernah ada di antara keduanya. Dia pun baik, Alan akui. Meski terkadang berisiknya membuat pening kepala. Tapi Alan menyukai itu. Dia suka Jeli yang berisik. Cara bicara dan tawa gadis itu menariknya untuk lebih dekat dengan Jeli.
Alan dan Jeli memang tidak bertemu lagi semenjak event balap hari itu. Alan pikir pun hubungan mereka akan kembali seperti sebelumnya. Dimana ia terus berdecak sebal sebab Jeli punya seribu cara untuk mengganggu hari-hari tenangnya di masa liburan.
Tapi siapa sangka keduanya lantas berhubungan cukup baik setelah itu?
Persisnya usai Alan mengantarkan Jeli pulang malam. Lalu gadis itu mengadu esok harinya tentang bagaimana ia yang nyaris dijadikan pepes oleh sang Bunda. Tidak sampai situ, Alan mau tak mau harus menyempatkan waktu untuk membaca chat panjang lain yang ternyata berisikan lanjutan cerita Jeli sebelumnya. Di sana, ada bagian dimana gadis itu membanggakan ayahnya sendiri karena sudah rela menolongnya dari amukan Bunda.
Beriringan dengan bagaimana Jeli menghubungi Alan lebih dulu untuk membahas ini-itu, Alan rupanya menanggapi dengan baik. Nyaris tiap hari, Jeli menanyakan sesuatu dan punya cerita yang dibagi--walaupun respons Alan kadang tak sebagus perkiraannya.
Hubungan keduanya terus berlanjut hingga hari ini. Sampai Alan menyadari cara dia bersikap pada gadis itu turut berubah seiring berjalannya waktu. Balasan-balasan yang ia kirim perlahan tidak lagi sesingkat di awal mereka bertemu.
KAMU SEDANG MEMBACA
8 LETTERS | Chenle-Ningning
Teen FictionSMA punya banyak kenangan dan cerita menarik bagiku. Masa dimana aku mengenal dewasa dan segala hal baru tentang dunia. Tentang cerita dengan banyak gelak tawa dan bahagia, beragam luka dan obatnya, obrolan tengah malam, juga akhir pekan yang menyen...