Yang ditanya enggan memberi jawaban. Jeli justru menutup matanya lagi. Mencari posisi paling nyaman untuk tidur setidaknya lima menit saja.
"Lan," tapi dia kembali membuka mulut.
"Kenapa?"
"Nggak apa-apa, cuma agak stress."
—
"Bunda nanti pulang jam berapa?"Sarapan pagi ini baru saja selesai. Tiga orang lainnya di meja makan itu memfokuskan perhatian pada si bungsu. Gigi menunggu jawaban Bunda yang kini sedang memindahkan piring kotor ke wastafel.
"Jam 2."
"Ke make up store, yuk. Adek pengen belajar make up ala-ala gitu," ajak Gigi bersemangat.
"Boleh. Nanti belajar bareng Bunda, ya." Ibu dua anak itu tersenyum hangat.
"Makasih, Bun."
"Kakak, mau?" Disaat Bunda sibuk memanjakan Gigi, hanya ayahnya yang tidak pernah melupakan kehadiran Jeli ditengah mereka.
Biarpun Jeli dididik sebegitu keras sejak dulu, biarpun dirinya masih mendapat setidaknya dua tamparan pada salah satu pipi seminggu sekali, Jeli tidak pernah punya niatan untuk membenci mereka. Apalagi menaruh dendam pada keluarganya sendiri.
Ketika Jeli hendak membuka mulut untuk menjawab, Gigi berkata lebih dulu, "Kakak nggak minat gituan, Yah." Anak itu menarik sudut bibirnya tipis, memberi kakaknya tatapan menyebalkan seperti biasa.
Jeli menahan kuat-kuat emosinya yang nyaris naik ke ubun-ubun. Ini masih terlalu pagi, tapi adiknya sudah membuat suasana hatinya memburuk lagi.
"Oh... Ayah kira Kakak suka juga. Kadang Ayah masih agak kaget kalau lihat Kakak belanja barang-barang lucu, begitu."
"Nggak cocok, ya, Yah?"
"Cocok. Kakak cantik waktu pakai cardigan ungu seperti kemarin."
—"Lan, gue nangis aja kali, ya?"
Alan melirik sekilas, kemudian kembali fokus ke ponselnya. "Nangis aja."
"Lo mau nemenin sebentar, kan?"
"Nggak."
"Aku kira kita berdua sudah menjadi teman baik."
Mereka berdua sama-sama diam setelah itu. Rasanya dejavu. Ini mengingatkan keduanya pada keheningan kemarin sore.
Jeda 5 menit itu Jeli putus sekali lagi.
"Lan."
"Bisa diem, nggak?" Tanpa sadar, Alan sedikit meninggikan suaranya. Menghadapi orang cerewet seperti ini adalah hal yang sebenarnya cukup ia benci. Terlebih lagi jika suasana hatinya sedang tidak dalam keadaan baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
8 LETTERS | Chenle-Ningning
Teen FictionSMA punya banyak kenangan dan cerita menarik bagiku. Masa dimana aku mengenal dewasa dan segala hal baru tentang dunia. Tentang cerita dengan banyak gelak tawa dan bahagia, beragam luka dan obatnya, obrolan tengah malam, juga akhir pekan yang menyen...