Katanya, tidur nyenyak bisa memulihkan suasana hati yang kurang bagus, meningkatkan memori dan kreativitas, juga memperbaiki mental.
Jeli melirik jam dinding yang terpajang di kamar. Ini belum waktunya ia tidur, tapi karena mood yang masih amburadul, Jeli rasa dia butuh tidur nyenyak lebih awal.
Meski sejujurnya Jeli tidak yakin bisa tidur dengan perut yang masih keroncongan karena makanannya hari ini hanya sepotong roti dengan selai cokelat dan dua bungkus rempeyek.
Bagaimana perutnya tidak berteriak meminta asupan sejak tadi jika dari pagi sampai sekarang hampir jam sembilan malam, dirinya belum menyentuh nasi sama sekali.
"Penelope, lo pernah stress nggak sih jadi kucing?" Jeli berbicara pada Penelope disampingnya.
Kucing besar bercorak putih abu itu dengan teganya tidak memberi respons.
Jeli menampilkan wajah paling menyedihkan yang sengaja dilebih-lebihkan. Dia mendusel pada Penelope lalu memeluknya erat.
Sekarang Jeli sedang kecewa, sedih, sekaligus marah pada ayahnya sendiri. Jeli bahkan belum 24 jam memeluk novel barunya, tapi benda itu sudah lenyap begitu saja.
Sewaktu Jeli selesai membuang pecahan vas bunga di belakang rumah, ia melihat Bi Lastri (asisten rumah tangga) tengah membakar sampah.
Yang jadi pusat perhatiannya bukanlah Bi Lastri yang membakar sampah mengenakan baju motif bunga-bunga pemberiannya. Tapi justru karena Bi Lastri yang baru saja melempar novel yang baru saja Jeli beli siang tadi, ke tumpukan bakaran sampah.
Jeli mematung di tempat. Matanya terbelalak melihat novelnya hangus ditelan api sedikit demi sedikit. Bibirnya bungkam tak sanggup berkata-kata. Dia tidak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat. Ia tidak menyangka ayahnya sampai setega itu hingga menyuruh Bi Lastri membakar novel berharganya.
"Sudah! Kita harus mengembalikan mood! Sooo~ let's go jalan-jalan! Kita jajan takoyaki di pasar malam, habisin duit Paduka Raja Wiratama."
Seolah mengerti dirinya akan dibawa berjalan jauh-jauh, Penelope menyingkir dari tempat tidur Jeli. Berlari keluar kamar lalu entah bersembunyi di lubang tikus bagian mana.
Jeli yang melihat kelakuan majikannya berdecak sebal. Penelope itu badannya saja yang segede gaban, nyalinya masih ciut untuk bertemu orang banyak di luar sana.
—21.00 WIB
Pertama kalinya dalam hidup, Alan pergi ke taman hiburan. Tempat berkumpulnya wahana-wahana seru (kata orang-orang) yang ramai dan penuh dengan manusia berseliweran sana sini.
Alan yang anti keramaian, awalnya menolak ajakan Om dan Tantenya yang memaksa dirinya untuk ikut ke sini. Ke tempat yang sebetulnya tidak ia sukai.
"Sekali-kali, Lan. Sebelum status Tantemu itu beralih jadi ibu-ibu anak satu." Begitu kata Om Aga sesaat setelah sukses memarkirkan mobilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
8 LETTERS | Chenle-Ningning
Teen FictionSMA punya banyak kenangan dan cerita menarik bagiku. Masa dimana aku mengenal dewasa dan segala hal baru tentang dunia. Tentang cerita dengan banyak gelak tawa dan bahagia, beragam luka dan obatnya, obrolan tengah malam, juga akhir pekan yang menyen...