Libur sekolah berakhir.
Jeli kembali pada rutinitas hariannya yang memuakkan. Berkutat dengan buku pelajaran, soal-soal hitungan, jadwal les sepulang sekolah, latihan ekskul, dan mungkin ia harus memikirkan cara untuk menaikkan peringkatnya di semester kali ini.
Ayah dan Bunda jelas sudah memberinya peringatan tentang peningkatan belajarnya, tapi terlepas dari itu, keinginan untuk jadi lebih juga datang dari diri Jeli sendiri.
Setelah Jeli memikirkan kata-kata adiknya waktu mereka berdua debat di ruang tamu, Jeli merasa itu mungkin ada benarnya.
Karena dia belum memaksimalkan belajarnya.
Jeli yakin dirinya bisa meraih posisi lebih tinggi di pemeringkatan jurusan IPS. Ia akan lebih banyak mencari waktu untuk dihabiskan dengan belajar setidaknya sampai ia bisa membuktikan bahwa dirinya tidak terjebak di peringkat lima.
Jeli bisa sekeras itu pada dirinya jika dia sendiri yang memaksa. Tuntutan Bunda dan Ayah tidak lagi ada apa-apanya.
Hari ini Jeli tidak ke sekolah dengan berjalan kaki karena Kala menawarkan tebengan secara suka rela.
"Rumah gue sama Astronesia deket, kali, Ka. Repot-repot lo sampe putar arah dulu cuma buat jemput gue."
Sosok Jeli keluar dari pintu utama. Menyambut Kala yang sudah menunggu di pelataran rumahnya. Berdiri tepat di samping motor, masih belum melepas helm.
"Ya nggak apa-apa. Gue yang mau ini," ucapnya lalu bersiap naik ke motor.
"Sahabatan dari orok tapi baru kali ini berangkat sekolah bareng. Siapa lagi kalo bukan?"
"Kita, hahaha!"
Sukses memakai helm juga, Jeli memegangi pundak Kala untuk membantunya turut naik ke motor.
Satpam rumah Jeli sudah membukakan gerbang rumah. Mereka mengucap terima kasih dan Kala sempat membunyikan klakson sebagai tanda pamit.
Motor Kala melaju dengan kecepatan sedang. Jalanan ramai. Sinar matahari pagi sudah menyilaukan di jam ini. Pengemudi kendaraan roda dua mendominasi, tapi klakson mobil truk dan bus yang seliweran satu-dua itu tak pernah tak terdengar rungu.
Jeli yang ingat sesuatu, sedikit mencondongkan tubuh untuk berkata pada Kala tepat di samping telinganya.
"Abis pamitan sama Ayah tadi, dan gue bilang berangkat sama lo, dia sempet ngomong lo sekarang les. Di mana?"
Kala menoleh sekilas untuk membalas, "Di tempat lo."
Satu alis Jeli terangkat. Sedikit terkejut dengan jawaban itu. "Lah?"
"Bokap lo yang nyaranin. Gue yang bingung mau les kemana, ya ngiyain."
Jeli menghela pelan. "Ngapain, Ka? Lo nggak mabok jadwal tuh lama-lama?"
KAMU SEDANG MEMBACA
8 LETTERS | Chenle-Ningning
Teen FictionSMA punya banyak kenangan dan cerita menarik bagiku. Masa dimana aku mengenal dewasa dan segala hal baru tentang dunia. Tentang cerita dengan banyak gelak tawa dan bahagia, beragam luka dan obatnya, obrolan tengah malam, juga akhir pekan yang menyen...