05. Akhir Pekan dan Vespa Biru

103 22 0
                                    

Langit ibu kota tampak muram di akhir pekan ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langit ibu kota tampak muram di akhir pekan ini. Awan-awan hitam di atas sana terlihat jauh lebih menyeramkan dari biasanya. Sudah pukul sembilan pagi, tapi gelapnya seperti masih dini hari.

Langkah kaki Alan terhenti ketika matanya menangkap seorang anak laki-laki sedang terdiam sendirian di balik gerobak pedagang roti bakar langganannya.

Bocah itu duduk di bangku kayu. Ia mengenakan pakaian tertutup, lengkap dengan topi dan masker. Hampir seluruh tubuhnya terselimuti tanpa celah kecuali kedua matanya yang teduh dan menenangkan.

Dari balik masker, senyumnya merekah perlahan ketika seorang wanita paruh baya berlari menghampiri sembari berteriak, "Nak! Ibu dapat payungnya!"

"Payungnya lari jauh banget! Untung Ibu lebih jago larinya."

Anak itu mendengarkan dengan seksama saat ibunya lanjut bercerita mengenai perjalanannya mengejar payung yang kabur terbawa angin.

Meski kini kedua sisi keningnya mengeluarkan beberapa tetes keringat sebab berlarian, sang ibu tetap bercerita dengan begitu antusias.

Wanita itu adalah anak pedagang roti bakar yang dulu sering Alan kunjungi bersama Bang Riga. Terakhir kali Alan ke sini sudah sekitar 5 tahun yang lalu. Kala itu Alan mendapat traktiran dari kakaknya setelah menang lomba balap karung tujuh belasan. Kalau kata Bang Riga, roti bakar di sini adalah yang paling nikmat seantero kota.

Banyak hal terjadi yang membuat Alan lama tidak berkunjung lagi. Selain karena dirinya yang pindah rumah, Alan juga mendengar kabar tentang sang pedagang yang katanya tertimpa musibah sampai sempat berhenti jualan hingga setengah tahun lamanya.

Alan kemudian memberanikan diri untuk mendekat.

Eksistensi Alan di sana lantas mengalihkan perhatian ibu dan anak tersebut. Alan tersenyum kikuk. Sedikit bingung karena sebelumnya tidak ada niatan membeli roti bakar.

Melihat ibunya tampak ikut bingung, si bocah bertanya, "Mau beli roti bakar, ya, Kak?"

"Oh? Iya..."

Alan benci dirinya yang semakin sulit berinteraksi dengan orang lain seperti ini. Alan benci dirinya yang semakin pandai menyembunyikan segala hal. Bohong pada perasaannya sendiri, memendam emosi hingga mencapai titik paling lelah--yang bisa saja meledak sewaktu-waktu, juga sengaja menutup diri bahkan pada orang-orang yang sudah berbaik hati.

Bocah laki-laki itu mengayunkan salah satu telapak tangannya. Mengajak Alan duduk di kursi panjang yang tersedia di sana.

"Kakak mau ke mana? Sendirian aja?"

"Cuma jalan-jalan sebentar."

Sembari menunggu roti bakarnya matang, mereka berdua mengobrol cukup banyak. Anak itu sungguh pintar memulai sebuah topik pembicaraan, sehingga Alan menanggapinya dengan baik dan nyaman.

Namanya Galeno Noe Radeska, panggilannya Eno. Usianya 11 tahun dan dia berhenti sekolah sejak setahun yang lalu. Ketika ditanya oleh Alan mengapa bisa sampai berhenti sekolah, Eno menjawab panjang lebar. Bersedia berbagi sedikit kisah hidupnya yang terjadi setahun belakangan.

8 LETTERS | Chenle-NingningTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang