Di antara hingar-bingar suasana kantin, sama seperti riuhnya meja lain, meja yang diisi Diphy dan perintilannya itu juga turut menambah keseruan waktu istirahat dengan gelak tawa dan lelucon yang bersahutan.
Dua orang lain menyusul datang ke meja mereka. Ikut duduk di kursi kosong yang tersedia.
"Kipli, lo nggak lupa pesenin bakso gue kayak biasa, kan?" Adis bertanya memastikan. Hari ini adalah jadwalnya dua pemuda di antara mereka untuk memesankan makan siang.
Regan yang kelamaan semakin akrab dengan panggilan Kipli itu mengangguk. "Bakso mercon pedes gila tanpa saus, sambel satu ember, micin sejumput, sama kuahnya banyakin. Kan?"
Mendengar itu Adis melotot. "Satu ember satu ember, lo ada niat bikin gue masuk rumah sakit, hah?!" Seruan gadis cantik itu mengundang tawa Regan dan Davy.
"Faye tiba-tiba pengen punya kucing, deh."
Hingga suara dari gadis paling kalem di antara mereka semua menarik atensi seisi meja.
Jeli, satu-satunya yang kebetulan memelihara binatang menggemaskan satu itu angkat bicara. "Ayo beli, Faye. Biar Penelope ada temennya."
"Kucing lain takut liat Penelope mirip macan gitu." Diphy menanggapi.
Faye terkekeh kecil. "Faye mau punya kucing kecil aja, Jel. Nggak berani kalo yang gede gitu."
"Penelope beringas gitu emang cocok punya babu kayak lo, Jel. Kalo Faye, kayaknya mending cari pet yang gampang diatur. Misalnya, ikan," sahut Regan. Merasa sarannya sudah paling cemerlang.
"Emang gampang ngurus ikan?"
"Kalo ikan paus, ya susah."
Adis melengos. Yang lain siap melempari Regan dengan kotak tisu.
Tak berselang lama, seorang pegawai kantin datang membawa pesanan milik mereka semua. Faye yang berada paling dekat dengan pegawai itu, membantu menyerahkan mangkuk bakso milik Adis.
"Nih, Dis, bakso sambel seember punya lo udah dateng."
Mereka semua mendadak tak bersuara sebab disibukkan dengan pesanan masing-masing. Kalau sudah tersedia makanan di hadapan, diam adalah bahasa yang tiba-tiba saja dikuasai.
"Eh, iya, Dap!" Regan menginterupsi beberapa detik setelahnya. Menemukan topik pembicaraan baru. Tindakannya menghentikan oknum bernama lengkap Askarava Davy Gatra yang hendak mengambil suapan pertama baksonya.
"Lo ngibul doang, kan, bilang mau pindah sekolah?"
Yang lain menoleh serempak mendengar Regan berujar demikian. Sebelumnya, tidak pernah ada simpang-siur berita perihal Davy pindah sekolah. Jadi ketika Regan bicara begitu, Diphy sontak menggebrak meja. Tidak terlalu keras, untungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
8 LETTERS | Chenle-Ningning
Teen FictionSMA punya banyak kenangan dan cerita menarik bagiku. Masa dimana aku mengenal dewasa dan segala hal baru tentang dunia. Tentang cerita dengan banyak gelak tawa dan bahagia, beragam luka dan obatnya, obrolan tengah malam, juga akhir pekan yang menyen...