Desir angin datang menerpa kulit Alan yang sedang syahdu berdiam diri di kursi teras rumahnya. Cuaca sore ini sedikit terasa lebih hangat. Matahari menyoroti halaman rumah yang ditumbuhi tanaman kesukaan Tante Yasmeen. Pot-pot kecil berjejer di beberapa sisi turut serta mempercantik rumah berlantai satu itu dengan asrinya.
Kedamaian itu langsung pecah begitu suara dari dalam rumah mengganggu telinga Alan.
Sosok Marvel muncul dari balik pintu. Bersamaan dengan cengiran lebar yang dibawa laki-laki itu, Marvel mengambil duduk di kursi kosong yang tersisa.
Tak ada satupun dari mereka berdua yang memulai pembicaraan ringan. Marvel mengambil sebotol kopi dingin milik Alan tanpa izin, lalu merogoh saku untuk kemudian mengambil ponsel. Mengecek notifikasi meski ia tahu hanya ada debu dan kekosongan.
Omong-omong, Alan sudah mulai membiasakan diri dengan kehadiran tiba-tiba Marvel di rumahnya. Berawal dari Alan yang tak juga mengajarkan Om Aga cara bermain game online, dengan suatu kebetulan dimana Marvel tak jarang datang tanpa diundang, si pria dewasa dan remaja laki-laki itu secara alami semakin dekat.
Om Aga meminta Marvel datang ke rumah mereka untuk mampir dan bercakap-cakap, hingga meminta kawan Alan itu untuk mengajarinya bermain sebuah game yang kini banyak digeluti anak muda.
Om Aga memang selalunya menolak tua, dan kebiasaan itu kemudian berlanjut hingga tiap minggunya Alan tak pernah tak mendapati keberadaan kawan sebangkunya di rumah ini.
Karena room chat nya jauh lebih sepi dari isi hatinya, Marvel beralih melihat story orang-orang di aplikasi bernama Instagram. Pandangannya tertuju pada username Jeli yang nangkring menempati urutan pertama di antara jejeran story kawannya yang lain. Melihat isi story nya membuat Marvel menyuarakan komentar.
"Eh ini kayak jepit rambut punya lo, Lan. Yang di nakas ruang TV." Marvel menoleh dan memberi Alan tatapan penuh arti. "Lo naksir beneran sama Jeli?" sambungnya.
Sebenarnya, Marvel tahu kawannya itu malas mengakui saja. Menggoda Alan terus-terusan akan menjadi kebiasaan barunya selepas ini.
Alan sontak melirik. Sempat menduga Om Aga yang memberi tahu Marvel pasal jepit rambut.
"Apa yang bikin lo nge-cap gue naksir Jeli?" Laki-laki itu justru balik melempar tanya.
"Hadeehh kebanyakan denial idup lo gue liat-liat! Waktu itu aja nanya-nanya gue deserve nggak buat Jeli. Dari cara lo lihat dia kalo di sekolah aja kelihatan, kali, Lan."
Setelah puas mencibir, Marvel kemudian menunjukkan sesuatu dalam layar ponsel pada Alan di sampingnya. Di sana, terlihat Jeli mengunggah fotonya sendiri, dengan caption bertuliskan bahwa dirinya menyukai jepit rambut baru yang dimiliki.
KAMU SEDANG MEMBACA
8 LETTERS | Chenle-Ningning
Teen FictionSMA punya banyak kenangan dan cerita menarik bagiku. Masa dimana aku mengenal dewasa dan segala hal baru tentang dunia. Tentang cerita dengan banyak gelak tawa dan bahagia, beragam luka dan obatnya, obrolan tengah malam, juga akhir pekan yang menyen...