"Gue?" Jeli menatap bingung, tapi juga tertegun di waktu yang sama.
Seorang Alan? Berkata terang-terangan menyukainya? Jeli hanya bisa menahan rahang agar tidak jatuh menyentuh lantai.
Maksud gadis itu hanya--HEY?! Yang berkata begitu adalah pemilik nama Akalanka. Manusia mirip patung yang sempat Jeli kira satu bangsa dengan kulkas dua pintu. Laki-laki yang tidak pernah Jeli duga betulan punya ketertarikan padanya. Persis kata Adis beberapa waktu lalu, apakah penuturan sahabatnya itu tidak meleset?
Alan yang baru sadar dengan ucapannya, langsung tak berkutik. Diam-diam ia merutuki dirinya sendiri dalam hati. Mencoba bersikap biasa-biasa saja dengan menampilkan gestur tubuh setenang mungkin.
Selama mendengar Jeli bicara tadi, telinga Alan seolah merasa tidak mendengar apa-apa selain kalimat terakhir yang diucapkan gadis itu. Alan akui dia memang gagal fokus waktu itu, tapi dirinya tidak pernah mengira jawaban spontan itu yang berakhir keluar dari mulutnya.
Laki-laki itu hendak berpaling, tapi Jeli buru-buru mencegahnya pergi.
"Lan? Lo bercanda, kan?!" desak Jeli. Tanpa sadar nyaris mengikis jarak.
Pada akhirnya Alan berdehem singkat. Menelan ludah susah payah. Memaksakan untuk kembali berkontak mata meski sejujurnya Alan tidak tahu harus membalas bagaimana. Dilihatnya raut Jeli berubah merengut tiba-tiba.
"Lan! Lo jangan bikin gue kayak orgil yang ngomong sendirian begini, ye!" Jeli yang kesal sendiri karena Alan masih saja tak bersuara, menepuk lengan laki-laki itu agak kencang.
Ia tahu dan jelas tidak mungkin salah dengar dengan jawaban singkat Alan atas kalimat panjang lebarnya. Pengakuan macam itu sudah pernah Jeli dapat sebelum ini, dan Jeli rasa, ia bisa menangkap maksudnya.
Alan pikir otak Jeli bodoh untuk urusan begini?
Namun alih-alih menjawab, yang laki-laki justru menarik kedua sudut bibir. Membentuk satu ulas senyum yang membuat Jeli semakin mengernyit heran. Alan benar-benar kehabisan cara untuk menanggapi pembicaraan ini.
Lalu entah karena didorong perasaan apa, Alan mengarahkan tangan kanannya menyentuh puncak kepala Jeli. Mengusap pelan rambut gadis itu sebelum kemudian memutuskan untuk memutar badan dan berlalu lebih dulu.
"WOYY!"
Di belakangnya, Jeli mengejar dengan derap langkah penuh kekesalan. Sementara Alan enggan buka suara sampai mereka berakhir memasuki lift untuk kembali ke ruang rawat Gigi.
Segala jenis pertanyaan keluar dari mulut Jeli tiada ujung, dan Alan membisu selama itu pula. Ketika lift terbuka, dari lorong rumah sakit, beberapa meter menuju kamar pasien yang dituju, mereka menemukan keberadaan Wiratama dan istrinya. Kini, giliran Jeli yang menutup mulut rapat-rapat.
KAMU SEDANG MEMBACA
8 LETTERS | Chenle-Ningning
Teen FictionSMA punya banyak kenangan dan cerita menarik bagiku. Masa dimana aku mengenal dewasa dan segala hal baru tentang dunia. Tentang cerita dengan banyak gelak tawa dan bahagia, beragam luka dan obatnya, obrolan tengah malam, juga akhir pekan yang menyen...