Bab 4. Gerbang

33 13 9
                                    

Sebelum mengeluh, coba lihat masalah apa yang sedang dihadapi? Lalu lihat, masalah ini datang karena apa? Mungkin saja untuk menghapus segala duka cita hatimu. Mungkin saja untuk meninggikan derajatmu di sisi-Nya. Rabmu menyediakan pahala dan balasan tidak terbatas. Maka pantaskah jika dirimu terus menggerutu?

Sedative (Obat Penenang)

.
.
.

Jarak dari warung Bu Hayu menuju kampusnya memakan 10 menit berjalan kaki menyusuri jalan raya.

Sebelum berangkat, Shoba sudah berjanji dengan Syika untuk menunggu di gerbang masuk.

Oh iya nama panjangnya Syika Maksalmina, sebut saja sebagai sahabat Shoba yang paling dekat dengannya. Syika berasal dari penduduk asli Banjarbaru, kebetulan satu fakultas dengan Shoba meski beda kelas.

Kalau berkeliling di area kampus mereka sering terlihat berdua, kalau di luar sih menghadapi kesibukan hidup masing-masing. Shoba bekerja sedangkan Syika membantu ibunya mengurus toko buah.

Sejauh ini, kalian bertanya bukan, mengapa Shoba tidak tinggal di kediaman Syika saja? Jawabannya Shoba tidak ingin merepotkan mereka.

Ya tapi mau makan hati di rumah Prakely terus?

Shoba lagi menabung kok untuk uang kos. Tapi kadang habis untuk bayar tugas.

Tolong jangan ditanya dan dihujat lagi, Shoba tidak selapang dada itu untuk mengunyah kenyataan ia sedang menumpang di rumah orang asing. Apalagi pemiliknya sangat tidak suka dengannya.

Shoba rasanya ingin terus berada di sudut kamar gelap dan menangis kencang di sana.

Kaki kecil Shoba berhenti di penyeberangan menunggu arus kendaraan mereda. Di gerbang sudah ada Syika yang melambai ke arahnya, Shoba pun membalas dengan mengangkat tangan.

Shoba jadi ingat saat ia menahan malu untuk meminta seteguk air minum dari Syika, saat itu masih masa Maba dan Shoba tidak tahu harus berdiri di lapangan atau berjalan mengitari kampus untuk perkenalan, membuatnya gerah dan sangat haus. Teman-teman satu jurusannya tampak akrab dengan sesama, sedangkan Shoba tidak tahu harus mengajak siapa berbagi cerita saat istirahat.

Shoba tersenyum kecil ketika mengingat hal itu, Syika sangat baik kepadanya. Ia berjanji untuk menjadi sahabat yang baik.

Setelah agak lenggang, Shoba mengisyaratkan tangannya dengan terangkat sedikit untuk menghalau satu-dua pengendara yang lewat agar berhati-hati.

Lalu ia berdiri di trotoar satunya menghadang sepi pemotor untuk menyeberang satu kali lagi, maklum dua jalur.

Di ujung belokan ada gerombolan anak kampus tetangga yang memiliki almamater merah menyala. Mereka tampak bercanda ria entah topik apa yang dibicarakan.

Mengingat warna pakaian mereka, ia jadi ingat Prakely. Kakak angkatnya itu akan kuliah ke Amsterdam, 3 bulan lagi. Semoga sebelum itu tiba, hubungan Shoba dengan Prakely lebih baik.

B-bukan untuk memperpanjang masa tinggalnya di rumah itu. Bukan untuk mengambil tahtanya. Hanya saja ia tidak ingin menjadi musuh Prakely, sedangkan keluarga gadis gendut itu sudah banyak membantunya.

Shoba menyeberang, senyumnya semakin mengembang saat Syika memamerkan tugas gadis itu telah selesai. Kata Syika ia tidak minat Akuntansi, jadi meminta contekan saja kepada Shoba. Eh ternyata Syika sudah menyelesaikan tugasnya. Memang deadline bisa membuat orang berubah, ya?

Belum mencapai ujung jalan, tiba-tiba saja tasnya terasa ditarik membuat dirinya menoleh cepat. Kakinya yang belum siap terseret menyamping, keseimbangannya pun hilang. Ia jatuh menyamping di aspal dengan kepala berbantal tangan.

Sedative (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang