Bab 10. Tas Pakaian

25 7 2
                                    

Bahkan jika aku sebatang kara, tidakkah dunia bisa memberikan api kehangatan pada jiwa yang bergetar karena takut masa depan? Apakah aku terlalu dini untuk mengeluhkan kehidupan tidak adil?

Shoba Dafina Mahya

Sedative (Obat Penenang)

.
.
.

Sepertinya tidak ada perkataan manis untuk menggambarkan kehidupan cerita ini di waktu kelalawar terjaga, bukan? Baiklah akan diawali dengan pembuka sebagai berikut.

Selasa malam.

Chandra di cakrawala perlahan mematutkan cahaya bulat sempurna, katanya ini tanggal pertengahan bulan untuk kalender hijriah.

Masih terlalu dini, langit biru pekat menuju hitam tersebut sudah menampakkan bintik-bintik kecil yang saling berlomba mencuri perhatian makhluk bumi. Bahkan awan berlipat tidak bisa melindungi kecantikan nebula malam ini.

Tapi sayang, malam ini bukan malam weekend yang bisa dihabiskan di luar rumah sebagai cuti libur bekerja atau sekolah. Besok masih ada kegiatan, itu yang ditanamkan oleh semua orang yang mempunyai jadwal wajib.

Secantik apapun lukisan jumantara, tidak ada yang akan bertahan menikmati keindahannya.

Begitu juga dengan Shoba yang kebetulan hari ini pulang larut. Sebenarnya pekerjaannya sudah selesai di warung Bu Hayu, tetapi ibu itu mengajaknya ke gerai sebelah untuk selamatan karena adik Ibu Hayu akan membuka bisnis kerudung.

Semua pekerja juga diajak oleh Ibu Hayu lalu mereka pulang dengan menenteng berkatan (makanan yang dibungkus dan disuruh membawa pulang oleh pihak penyelenggara).

Shoba juga sudah memberitahu Prakely bahwa hari ini ia akan pulang terlambat. Ya walaupun pesannya tidak dibalas. Shoba menghubungi Prakely pada semua akun dan semua teman yang diketahuinya.

Kalau nomor WA sih sudah lama diblokir oleh gadis gendut itu.

Katakanlah jika Shoba mengacau kehidupan Prakely kedepannya karena berani meminta teman-teman kakaknya itu menyampaikan sebaris pesan. Iya! Tapi itu demi kebaikannya sendiri, toooh? Daripada dicap tanpa keterangan.

Jalanan yang dilewati Shoba tidak begitu sepi, ia jadi tahu bagaimana suasana malam hari di kota kecil ini. Yaaaa, kota ini memang kecil tapi ekonominya lumayan maju dari kota di sampingnya, kata sebagian pakar ekonomi daerah.

Bisa dilihat dari banyaknya cafe yang berdiri, beberapa badan pusat daerah juga bertempat di sini. Walaupun tidak sepadat Banjarmasin yang mempunyai segalanya. Banjarbaru juga akan berkembang dan akan duduk pada singgasana yang sama.

Untuk pendidikan pasti tidak asing dengan kampus Unlam, lalu ada gila marketing (STIE Pancasetia) yang sangat diagungkan sekarang. Ke depannya juga banyak pembangunan wisata. Kalau untuk pengukur ekonomi bisa dilihat pada seberang Qmall, di sana berdiri Starbuck.

Gadis yang melihat perkembangan kota-kota menyebut, "Jika sudah berdiri kopi mahal tersebut. Berarti kotanya sudah ke tahap berkembang maju."

Untuk menggambarkan kota kecil ini hanya itu yang bisa disebutkan. Point besarnya akan dikenalkan lagi bahwa kota kecil ini sudah resmi menjadi ibu kota Kalimantan Selatan.

Shoba mengingat itu tersenyum kepada dirinya sendiri, ia beruntung bisa menikmati perkotaan yang sudah tertib seperti ini. Ke depannya ia bercita-cita untuk menjadi lulusan Akuntansi yang berguna dan berjasa bagi kota ini.

Shoba memandang langit bertabur bintang disela-sela ranting pohon yang menaungi pijakannya. Tampak semua menghitam di atas lampu jalan yang menyala terang.

Sedative (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang