Jika bunga saja akan layu tanpa perhatian sang mentari. Maka dia layu tanpa-Mu, tanpa petunjuk jalan di tengah hutan belantara. Dia hamba-Mu Ya Rab, tunjukkanlah jalan lurus untuknya..., karena aku mulai menyayanginya.
Shoba Dafina Mahya
Sedative (Obat Penenang)
.
.
.Shoba merenggangkan otot dengan mengangkat tangan ke atas sembari memanjangkan kakinya ke depan membuat apa yang didudukinya berayun pelan sebab gerakan itu.
Hijaz tersenyum kecil melihat Shoba yang sudah tenang. Ia mengambil ponsel untuk mengabari orang rumah bahwa malam ini ia tidak akan pulang sampai besok pagi. Rencananya sih Hijaz akan membooking hotel yang paling dekat dari mereka.
"Terus lo sampai kapan di sini?" buka Hijaz. Oh bukan ia ingin meninggalkan Shoba dalam keadaan kacau seperti ini, hanya saja malam semakin merangkak menuju dini hari. Hijaz tahu Shoba butuh istirahat sekarang.
"Oh, eh? Kalau Kakak mau pulang. Pulang aja? Aku nggak papa kok, jangan sampai dikhawatirin orang rumah," suruh Shoba, bibirnya mencoba tersenyum meski sangat kentara rasa takut ditinggalkan.
Shoba tidak ingin merepotkan.
"Lo mau gue tinggalin terus jadi gelandangan?" tebak Hijaz datar, tapi ia hanya bercanda.
"Nggak sampai segitunya juga. Paling besok aku ke rumah Kak Prakely buat ambil barang sama duit aku yang ada di sana. Sisanya entah, aku bakal pulang atau tetap kuliah. Hehehehe." Shoba mencoba terhibur dengan rencananya ke depan.
"Ngapain ke sana lagi?" heran Hijaz. Oh bukankah ke sana hanya akan mendapat siraman rohani? Apa segumpal daging di dekat lambung Shoba tidak akan merasa sakit terhadap makian yang diterima nanti?
"Lha 'kan aku sudah bilang di sana masih ada barang aku?" ulang Shoba sewot. Ia sebenarnya juga tidak ingin menginjakkan kaki di rumah itu lagi, tapi mau bagaimana? Perlengkapan pribadinya masih tertinggal di sana.
Shoba tidak mau rugi. Apalagi barang-barang itu memang dibawanya sebelum memasuki rumah Prakely.
"Makan hati!" cibir Hijaz seraya menatap angkasa di atasnya yang tampak nebula dan bantala berlomba bersinar paling terang.
Hijaz mengatup mulut ketika pikirannya terhenti pada sebuah foto kamar yang berantakan, ia yakin itu kamar Shoba. Hijaz jadi cemas apakah reaksi Shoba akan marah? Menangis lagi? Siapa yang akan menenangkan gadis itu nanti?
Shoba membenarkan pegangan pada tali lalu kakinya berjalan mundur hingga papan sempit yang ia duduk ikut naik ke atas. Dirasa sudah cukup, Shoba mengangkatkan kaki lalu benda itu maju-mundur secara teratur. Senyuman kecil terukir di bibirnya, ia merasa lebih tenang dan senang saat menaiki wahana ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sedative (Selesai)
Teen FictionSedative . . . {Obat penenang untukmu yang menginginkan kesenangan} . . . Hidup nomaden di kota asing membuat Shoba merasakan suasana rumah singgah yang bervariasi. Sebelum memutuskan mengontrak sendiri, ia ditampung oleh seorang pilot maskapai ter...