Bab 24. Foto

31 9 1
                                    

Terkadang aku merasa lucu melihat takdirku sendiri yang tidak ingin mengambil keuntungan apapun dari mereka. Tapi aku pun tahu, sebenarnya aku ingin mereka tahu aku juga berperan di dalam kehidupan mereka. Nyatanya, mereka punya dunia mereka yang tidak ada aku di dalamnya.

Shoba Dafina Mahya

Sedative (Obat Penenang)

.
.
.

Beberapa hari berlalu, sekarang memasuki malam Minggu, Shoba benar-benar merapikan barang Hijaz yang berada di samping kamarnya. Ia menyimpan semuanya ke kamarnya dalam dua kardus besar.

Ada pakaian cowok itu, bantal leher yang dibawanya, kipas angin, meja kecil hingga peralatan mandi, semuanya ditumpuk random oleh Shoba dalam satu kardus.

Kardus lainnya berisi buku-buku dan snack berpack-pack masih tersegel. Shoba juga menemukan setengah alat make up, beberapa skincare dan masker herbal ternama. Hish! Sebenarnya yang perempuan di sini Shoba apa Hijaz? Kok Hijaz lebih perawatan darinya?

Oh ayolah, sultan harus tampil menawan. Jangan lupakan hal itu. Shoba akan memakluminya, toh apa juga yang ingin dibantah? Kalangan mereka memang seperti itu.

Berbeda dengan anak lelaki kampung Shoba yang wangi saja sudah keren. Jauh dari kata rapi karena kaos bola menjadi pakaian sehari-hari mereka dari bangun tidur, main bola, nongkrong di pos ronda hingga tidur lagi.

Shoba membersihkan sampah yang tersisa lalu melipat kasur lalu meletakkan bantal dan selimut di atasnya. Malam ini penyewa baru akan menempati kamar ini, jadi Shoba harus mematutkan kamar ini sebisanya. Toh juga ia sudah terbiasa bersih-bersih.

Dirasa sudah rapi, ia lantas menggotong satu persatu kardus menuju kamarnya dan meletakkannya di samping pintu. Shoba berdiri melihat kardus itu cukup lama sambil berpikir hendak ia apakan barang-barang ini?

Apa akan ia rapikan lagi atau dibiarkan begitu saja?

Shoba berdecak kesal karena tipe dirinya tidak suka berantakan meski dalam satu kardus tertutup. Ia pun memutuskan mengeluarkan barang-barang itu lagi hingga kamarnya yang sempit dipenuhi barang Hijaz sampai merayap ke atas kasurnya.

"Aku sudah bisa pindah?"

Shoba memegang dadanya karena terkejut, ia lantas beraduh ria saat menatap pelaku memasang wajah polos di ambang pintunya. "Ya ampun San, aku kira apa!" celetuk Shoba agak tinggi mengekspresikan rasa takut yang barusan menyerangnya.

"Hehehe. Maaf, ngagetin, ya? Aku ketuk pintu lho tadi, gini ...." Santi memperagakan tangannya mengetuk-ngetuk kayu terbuka dengan pelan.

"Pantas aku nggak dengar," sahut Shoba mengutarakan pendapatnya terhadap tindakan Santi yang pelan.

"Hehehehe." Santi memberi jari perdamaian sebagai permintaan maaf karena di sini ia yang salah.

"Iya, kamarnya udah bersih. Tinggal kamu taruh barang kamu," jawab Shoba pada pertanyaan awal yang diajukan Santi mengapa ada di sini sekarang.

"Lha? Kakak bersihin? Makasih banyak lho, Kak." Santi menampilkan pupil bayi terharu, gambaran itu membuat siapa saja merasa gemas termasuk Shoba yang ingin mencubit pipi anak SMA ini.

Sedative (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang