Bab 15. Kamar Kost

27 7 2
                                    


Benar yang dikatakan pujangga ; bahagia bukan hanya tentang harta. Saat ini aku merasa Tuhan memberi satu kebahagiaan di deretan kebahagiaanmu juga. Kita pada lembaran bahagia yang sama.

Sedative (Obat Penenang)

.
.
.

Dini hari Shoba telah terjaga dari istirahatnya. Itu karena ia terbiasa bangun pukul empat pagi dan melakukan pekerjaan rumah di kediaman Prakely, setidaknya dua minggu ini.

Sejuknya hawa membuat Shoba merapatkan sweater yang ia kenakan. Ia bangkit dari kasur menuju kamar mandi.

Iringan suara air, teriakan binatang malam memenuhi awang-awang kamar mandi. Di samping rumah ibu kost katanya ada rawa kecil.

Shoba mengambil air dan duduk di ruang tamu kost. Tadi malam ia tidur di ruang tv ibu kost.

Suara gerasak-gerusuk dari dapur membuat Shoba berdiri. Ia lantas melangkah untuk memastikan siapa yang memasak di pagi buta ini. Semakin melangkah, ia mendengar cengkrama dua orang perempuan yang sama-sama mengoyak sesuatu.

"Eh? Aku kira siapa," ucap Shoba setelah tahu dua pelaku adalah ibu kost dan Fitri.

"Eh, udah bangun," sapa ibu kost seraya menaikkan kedua sudut bibir.

"Aku mau ikut bantu, Bu, boleh?" tawar Shoba, ia memposisikan diri di samping Fitri. Shoba mengambil pisau lalu ia mulai beraksi mengupas kulit bawang merah.

"Kamu biasa bangun jam segini?" tebak Fitri.

"Iya, Kak. Kan harus masak, bersih-bersih sebelum aku berangkat kuliah."

"Jadi kamu sebelum pindah, gitu kerjaan kamu? Padahal anak angkat?" selidik ibu kost.

Oh iya, sebelum Shoba datang, ibu kost menceritakan Shoba dan disambung oleh Fitri yang sedikit tahu kehidupan Shoba sebelum memutuskan tinggal bersama mereka di sini.

"Hehehe, iya, Bu. Tapi saat aku tinggal sama nenek juga gitu. Cuman yang terakhir ini aku pagi nggak sempat sarapan, makan malam juga enggak. Untung aku dikasih makan sama Bu Hayu. Ngomong-ngomong, bumbu sebanyak ini buat apa?" Shoba menunjuk beberapa wadah yang diisi bahan masakan.

"Kasihaaaaaan! Ada manusia kayak gitu?!" geram Fitri.

Shoba mengusap bahu Fitri. "Udah berlalu, Kak."

"Bumbu yang mau diblender buat bikin nasi bungkus, Shob. Bikin bawang goreng, bakwan tepung, bakwan jagung. Gorengan sama beberapa kue nanti. Kalau pagi Ibu buka meja di depan, jualan kecil-kecilan. Kalau kamu mau, bantu Ibu tiap hari, Ibu kasih kamu upah nasi satu piring bebas milih lauk sama uang sepuluh ribu. Kayak Fitri, udah 3 bulan ini bantuin Ibu. Lumayan 'kan pagi-pagi udah sarapan."

"Waaah, mau banget lah, Bu. Untung banget!" girang Shoba kesenangan mendapatkan pekerjaan tambahan yang menjaminnya kenyang di pagi hari.

Tidak mempunyai lebihan uang? Tidak masalah asal urusan perut kenyang.

"Sip, makin banyak yang bantuin, makin cepat selesai," celetuk ibu kost. Ia mencuci tangan yang kotor lalu menggeser baskom sayur kepada Shoba agar dibersihkan. "Cincang kecil, mau dibikin bakwan sama isian tahu goreng nanti." Perempuan itu beranjak keluar dari dapur entah akan menuju ke mana.

Shoba menyelesaikan perbawangan terlebih dahulu lalu berpindah ke baskom sayur menuruti petuah ibu kost.

"Jangan mau diangkat anak lagi, makan hati, Shob," nasehat Fitri.

"Iya, nggak juga. Janji ini yang terakhir," tanggap Shoba cepat. List anak angkat ke depannya? Lebih baik Shoba pulang daripada harus kembali membuka perasaan kecewa.

Sedative (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang