Bab 33. Jaket Rajut

20 7 6
                                    

Dalam berbagai versi jatuh cinta, patah hati selalu menjadi garis buntu sebelum terbalas perasaan. Jika patahku sudah cukup, biarkan aku kembali meniti jalan yang sama menjemput namamu. Karena aku ... benar-benar menyukaimu.

Shoba Dafina Mahya

Sedative (Obat Penenang)

.
.
.

Perkemahan musim hujan telah usai, kini mahasiswa/i kembali beraktivitas seperti biasanya ; kuliah lalu pulang untuk merayap entah ke mana atau bekerja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Perkemahan musim hujan telah usai, kini mahasiswa/i kembali beraktivitas seperti biasanya ; kuliah lalu pulang untuk merayap entah ke mana atau bekerja. Kesan tiga hari yang indah terus terulang di mulut mereka saat bercengkrama seputar keseharian setelah pulang dari sana.

Kendaraan yang berjejer rapi di parkiran mulai lenggang, para pejalan pun menguatkan kakinya untuk kembali menapaki jalan ke tempat tujuan.

Termasuk Shoba---si paling setia berjalan kaki ke mana pun tempatnya, sebab ia tidak mempunyai sepeda ataupun motor untuk mempersingkat perjalanannya. Diberikan anugrah kaki kuat, patut Shoba syukuri atas kemurahan Maha Agung Tuhannya.

Di gerbang ia akan berpisah dengan Syika jika gadis itu tidak ikut dengannya ke warung Bu Hayu. Shoba melambai tangan lalu berbalik untuk berjalan di trotoar searah pengendara jalan raya menuju hilir.

Setelah cuti tiga hari, gaji Shoba tidak lagi 300 ribu, hufh! Padahal uang itu juga yang ia andalkan untuk membayar sejumlah pengeluaran kampusnya.

Kalau gaji di warung ibu kost sih sudah terkumpul 150 ribu rupiah, awalnya nilai tabungannya lebih 300 ribu, tapi tadi ia membeli jaket rajut seharga 50 ribu lebih, lalu ia melihat sandal dan sepatu murah meriah beli 1 gratis 1.

Bukan tanpa alasan ia mengeluarkan tabungan itu, sebab, jaket rajutnya yang berwarna biru ia serahkan kepada Hijaz---katanya untuk mendetoksifikasi apakah bau Shoba yang membuat Hijaz datang kepadanya. Awalnya Shoba menolak, ia ragu untuk percaya hal takhayul seperti itu, tetapi kata Dokter Ahmad, "Barangkali dengan begitu Ananda Hijaz tidak usah jauh-jauh ke kost kamu, Shoba."

Nah, kalau masalah sandal sih, Hijaz tidak mau melepas sandal yang dipinjamkan oleh Shoba saat cowok itu jalan-jalan di sekitar tenda sampai dua hari cowok itu di sana dan pulang ke Lapas menggotong serta sandal satu-satunya milik Shoba.

Em untuk sepatu, ya karena beli sepatu gratis sandal, jadi, Shoba tertarik. Lagi pula sepatu Shoba sudah lama tidak diganti, tidak ada salahnya 'kan?

Meski terlihat boros, kadang kita perlu mengapresiasi diri sendiri dengan barang-barang yang diinginkan--selama batas wajar. Dengan begitu, diri sendiri akan merasa bahagia dan mempunyai semangat lebih saat menatap barang yang diidamkan sudah ada di tangan.

Sedative (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang