Bab 14. Kost

22 6 3
                                    

Kubisikkan kepada angin agar membawa rasa bahagiaku tersampai kepada hatimu. Aku ingin engkau ikut merasakan betapa leganya selamat dari duka cita dunia. Kamu, berhasil membuatku bertahan maju.

Shoba Dafina Mahya

Sedative (Obat Penenang)

.
.
.

Kost Praja.

Mobil Hijaz terparkir di samping papan nama tersebut. Tadi, di perjalanan Shoba mencoba menghubungi pemilik kost untuk bersiap menyambut mereka.

Beruntung ibu kost tidak pemarah saat dibangunkan telepon berkali-kali oleh Shoba. Ya, mau bagaimana lagi? Kost Praja harapan satu-satunya karena letak bangunan yang dekat dengan kampus dan tempat kerja Shoba.

"Makasih Kak, hati-hati di jalan."

Shoba berterima kasih kepada Hijaz lalu menutup pintu mobil, di tangannya ada empat lembar ratusan yang diulurkan oleh Hijaz.

Hijaz mengamati punggung Shoba yang setia berdiri mengetuk pintu kayu. Mesin mobilnya masih menyala senyap tetapi Hijaz enggan meninggalkan tempat untuk sementara.

Tidak berselang lama, seorang perempuan berdaster biru malam dengan rambut tercepol asal-asalan menyapa ramah Shoba.

Perempuan itu pemilik kost.

Shoba menunjuk mobil, atau mungkin menunjuk yang empu mobil dengan rentetan kata-kata samar dari penglihatan Hijaz. Mungkin ibu kost menanyakan dengan siapa ke mari malam-malam.

"Mari Ibu antar." Ibu kost memakai sandal lalu menarik tangan Shoba ke samping rumahnya.

Hijaz yang penasaran langsung mematikan mesin dan turun perlahan dari mobil. Ia juga mengikuti langkah keduanya.

"Eh, Kak Hijaz?" Shoba terperanjat kecil saat sosok serba hitam muncul di kegelapan malam. Sembari tersenyum Shoba memperkenalkan Hijaz kepada ibu kost.

"Kalau ini agak kecil, Shoba. Tapi ada jendela yang bisa dibuka kalau ingin udara segar. Di rumah Ibu ada juga 2 kamar kosong tapi nggak ada jendela, cuma ngandelin lampu siang-malam." Ibu kost memasukkan anak kunci ke salah satu pintu dan membukanya lalu menyalakan penerangan.

Terlihat kasur gulung lengkap dengan bantal-guling yang terbungkus plastik, menghindari kotoran dan debu. Di pojok berseberangan pintu dilengkapi lemari box yang bisa bongkar-pasang. Benar kata ibu kost, ada jendela kecil yang dilindungi oleh gorden mini.

"Berapa, Bu?" ujar Shoba ingin segera bernegosiasi.

"500."

"400, Bu, aku 'kan nggak bawa apa-apa. Hehehehe," tawar Shoba mematikan harga sewa. Ya karena mereka memang pernah berbicara nilai sewa di telepon beberapa jam lalu.

"Ah, kamuuuu. Pacar kamu keliatan berduit saja!" gurau ibu kost memperhatikan Hijaz yang terkesan matching kelas atas.

Sontak mata Shoba melotot karena perkataan gamblang ibu kost. "Iiiibuuuu! Dia bantu, tapi nggak pacaran."

"Oh, iyakah?" selidik ibu kost.

"Di dalam lemari ada colokan listrik buat charger hp nanti. Boleh bawa setrika, tapi nggak boleh bawa kulkas. Kalau haus ambil air di ruang tamu Ibu, air galon gratis. Kamar mandinya di ujung, dekat pagar, itu buat 3 kamar di bawah."

Dengan baiknya ibu kost menyapukan lantai kayu lalu menghamparkan alas sebelum kasur dibentangkan nanti. Shoba menaruh barang bawaan lalu membantu merapikan yang belum disentuh ibu kost.

Sedative (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang