Bab 8. Jaket

34 12 16
                                    

Terkadang perlu melepaskan sesuatu untuk menggapai apa yang diinginkan.

Park Jihoon Treasure

Sedative (Obat Penenang)

.
.
.

Senin lagi, arrrgh! Bukankah itu yang selalu digerutukan kebanyakan makhluk berakal yang disebut manusia? Katanya, "Baru kemarin libur, udah Senin lagi. Nunggu Minggu satu pekan eh besoknya udah Senin lagi."

Tidak jauh berbeda dengan Shoba yang bergerak malas dari tempat tidur menuju dapur. Ini masih pukul 04 : 30 pagi, ia harus menyiapkan sarapan, membersihkan rumah, mencuci pakaian kotor. Barulah mempunyai waktunya sendiri untuk mandi dan salat subuh lalu berangkat ke kampus.

Untuk menu kali ini sepanci sup pentol dan bihun biru, riquez dari Bu Erin untuk membuatkan mereka bakso sehat. Beruntung hari kemarin Shoba langsung diberi tahu, jadi hari itu juga Shoba mengolah daging sapi menjadi pentol untuk dimasak keesokannya.

Huh! Ibu Erin itu membuat Shoba menggerutu kesal saja setiap hari! Trkadang menyuruh membuat sesuatu di hari-H dan bahannya belum ada. Terpaksa Shoba menebalkan muka meminta uang belanja yang langsung dicaci oleh Prakely.

Shoba juga menggoreng nugget sebagai pendamping. Dirasa selesai acara memasaknya, Shoba beralih menuang kuah sup ke dalam bekal bersekat, ia juga menumpahkan nasi secentong dan mengambil dua bagian nugget kecil. Setelahnya ia menutup rapat dan disisihkan ke dekat dinding.

Bekal ini untuk sarapan dan makan siangnya.

Oh ayolah bukannya ia ingin menyembunyikan makanan, tapi kalau tidak seperti itu Shoba tidak akan pernah sarapan pagi hingga jam kuliah selesai.

Ajaran tersebut diberitahukan oleh ibu Syika beberapa hari lalu lewat sambungan telepon. Benar saja, Shoba tidak kelaparan lagi saat pagi hari. Sebuah ajaran bagus, bukan?

Tiga puluh menit berselang Shoba menyelesaikan pekerjaan rumah, menyisakan cucian kotor yang masih berputar-putar di mesin cuci. Ia pun memilih ke kamar mandi untuk membersihkan diri lalu salat.

Hari ini Senin, huh, rutinitas Shoba kembali ke pengaturan awal hingga hari Kamis kedepan ; bangun pagi, kuliah pagi, kerja sore, belajar di waktu malam. Kalau hari sisanya sih hanya menyelesaikan pekerjaan rumah dan ke warung Bu Hayu hingga matahari terbenam.

Semburat mentari kian memancar memasuki celah terbuka dari kamar Shoba. Shoba menyingkap gorden lalu membuka engsel jendela untuk memberikan akses udara baru masuk ke kamarnya. Shoba menghirup semerbak pagi yang sangat khas, asri dan menyegarkan.

Shoba meraih bekal lalu memakannya bersama dengan celoteh Syika yang tersambung di telepon WA baru saja.

"Masa kemarin ibu aku nggak kenal sama Kak Awan, Shob. Padahal udah aku ceritain lho sedetail mungkin pas waktu sekolah dulu. Apa karna udah tua ya jadi lupa?"

"Kak Nahawan jadi ke toko ibu kamu?"

"Iya ada ke toko. Tapi sebel banget, masa ke toko ibu mau beli jagung? Kakak ganteng itu ya ampun. Ganteng-ganteng nggak bisa bedain mana toko buah mana toko sayur. Dikira jagung itu buah, apa?!"

Shoba tertawa karena menurutnya itu lucu. "Terus, terus?" Ia meminta kelanjutan cerita lucu tersebut.

"Dia bilang, oooh nggak jual jagung ya? Padahal aku suka jagung lho, Bu. Suka anak ibu juga. ASTAGA! MATI AKU SHOB DILIATIN IBU-IBU YANG SEDANG NGANTRE BAYAR BUAH!"

Asmara keduanya memang belum terjalin pasti, namun kedua belah pihak sering bertukar kabar, baik silaturahmi Nahawan ke rumah Syika maupun video call Syika kepada keluarga cowok itu. Hubungan mereka bisa disebut 'dekat doang jadian kagak!'

Sedative (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang