Bab 9. Morfin

28 7 1
                                    

Untukmu yang menggetarkan jiwaku, bisakah perkataanmu diperpegangi? Aku sudah terlanjur mengungkapkannya. Tolong jagakan reputasiku seperti kamu menjaga aibmu sendiri.

Hijazul Ahmad Bakry

Sedative (Obat Penenang)

.
.
.

Shoba mengulurkan sebotol air yang berada di kantung plastik bersama parasetamol. "Ini airnya. Di dalam juga ada obat."

Hijaz tidak menerimanya begitu saja, ia menatap wajah Shoba yang terlampau tinggi di hadapannya. Ia menggeleng lemah lalu berucap lirih. "Nggak itu."

Shoba membuang muka lalu duduk di samping Hijaz, tangannya membuka tutup botol lalu menyerahkan ke hadapan Hijaz lagi. "Minum dulu."

"Di tas."

Shoba yang mengerti langsung mengangkat tas Hijaz lalu merogoh isinya, ia akan menemukan botol kecil yang bisa disebut penampungan obat pribadi Hijaz. "Kakak sakit parah?"

Shoba menangkap botol kecil di dalam sana lalu mengeluarkannya. "Mor---."

Hijaz lantas merebutnya dan menyembunyikan di balik bahu satunya agar Shoba tidak bisa menjangkaunya.

"Beneran sakit parah sampai harus pakai morfin?" ulang Shoba pada perkataan yang sempat tergantung karena pergerakan Hijaz yang tiba-tiba.

"Tau apa lo?" sergah Hijaz cepat. Oooh heyyy! Tubuh Hijaz masih sehat dan umurnya masih muda. Flu saja jarang menghinggapinya di tengah maraknya makhluk bumi mengeluhkan wabah tersebut.

"Itu, morfin 'kan? Aku pernah liat di berita internet. Coba aku liat lagi buat mastiin."

Hijaz mendengus, tubuhnya berbalik sebentar untuk bersembunyi mengambil beberapa butir obat yang dipegangnya, ia langsung menengadah dan memasukkan semua biji kecil tersebut ke dalam mulutnya.

"Sebanyak itu?" takjub Shoba. Ia merasa kasihan pada penyakit yang bersarang di diri Hijaz harus melawan bergram-gram morfin.

Hijaz meneguk air yang diserahkan lalu memposisikan diri kembali menghadap Shoba. "Jangan bilang siapa-siapa."

"Kalau Kakak itu punya penyakit?" ucap Shoba menebak jalan pikir Hijaz yang ternyata berbeda dengan persepsi Hijaz agar tidak memberitahu obat yang tadi diminumnya.

"Ck! Lu lemot juga kalau mikir."

"Oo, biar nggak ada yang tau Kakak minum obat morfin? Kenapa, dia juga obat 'kan? Pasti Kakak nggak mau ketahuan sedang mengidap penyakit? Emangnya Kakak sakit apa?"

"Gue nggak sakit. Tapi gue perlu obat supaya nggak sakit kayak orang gila."

"Kakak depresi? Ya ampun. Ujian hidup orang kaya kayaknya lebih berat, ya? Untung aja aku nggak depresi," celetuk Shoba bercicit bermaksud berbicara dengan dirinya sendiri. Ia melupakan fakta Hijaz yang bisa mendengar suara sekecil musik di earphone teman sebangkunya.

"Ngomong apa? Gue gila?" ulang Hijaz tidak terima.

"Lha, Kakak dengar?"

Dengan tidak berdosanya Shoba menampilkan wajah tidak mengerti apa-apa. Sepertinya keinginan Hijaz bertambah satu, yaitu untuk berteriak memberitahu Shoba di puncak dunia bahwa gadis itu sangat bodoh, sangat, sangat, sangat.

Menggemaskan.

"Coba lo cari di internet kegunaan morfin."

Shoba mengangguk patuh, ia langsung mengeluarkan ponsel di saku jaket yang ada pada Hijaz. Pergerakan itu membuat Hijaz terpaku beberapa saat.

Sedative (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang