"Untuk sementara lebih baik istirahat dulu saja, Sakura. Bagaimanapun ini masih awal. Aku khawatir..."
Sasuke tampak memperhatikan gerak-gerik Sakura dengan teliti. Sakura yang sedang bersiap untuk berangkat kerja, hanya bisa menghela napas lelah. Sedari ia bangun, Sasuke sudah mengocehinya, mengomelinya untuk sementara cuti.
"Iya. Aku akan cuti setelah menginjak usia menuju 7 bulan. Kau tak usah cemas," jawab Sakura sembari menepuk-nepuk lembut pipi Sasuke. "Tapi, tetap saja. Kalau ada apa-apa, bagaimana?" tanya Sasuke, menolak keputusan Sakura.
"Aku bisa menjaga diriku, Sasuke. Tenanglah, oke?"
Oke, Sakura mulai kesal.
Melihat istrinya yang mulai kesal, Sasuke tak berkomentar lagi. Namun, tekadnya begitu terlihat. Ia terpaksa menahan dirinya walau sebenarnya ia ingin sekali menahan istrinya itu. Sakura tidak boleh kelelahan!
"Baiklah jika itu maumu. Hanya saja, jangan dipaksakan!"
"Iya, aku mengerti."
Mereka pun sarapan bersama. Sasuke yang menyiapkan menu sarapan kali ini. Sakura terkadang mengalami morning sickness. Jadi, ia harus membuat sarapan yang ringan dan tak menimbulkan mual padanya. Ia tidak suka melihat istrinya menderita karena morning sickness –yang merupakan hal biasa bagi ibu hamil–.
Sasuke pun mengantarkan Sakura. Ia pun akan menjemput Sakura nanti. Jika tidak sempat, ia akan menyuruh bawahannya untuk menjemput istrinya itu. Sakura tidak boleh menyetir, takut terjadi sesuatu yang tak diinginkan.
Sakura sendiri sempat protes, namun akhirnya menyerah dengan kekeras kepalaan Sasuke.
"Aku berangkat. Hati-hati dan jangan cemberut!" cetus Sakura, kemudian melayangkan ciuman manis di bibir Sasuke sebelum turun dan masuk ke area rumah sakit.
Sasuke menghela napas. Yah, Sakura memang licik. Memangnya dengan ciuman saja mampu menenangkan rasa khawatirnya? Tidak!
Sasuke mulai berpikir. Iris gelapnya menatap ke arah area rumah sakit, di mana Sakura masuk ke gedung rumah sakit, jari telunjuknya mengetuk-ngetuk setir mobilnya.
"Jika sabotase jadwal hanya sementara, bagaimana caranya supaya bisa bertahan lama dan aku bisa mengatur semuanya, ya?" gumam Sasuke. Kemudian, ia menyipitkan matanya.
"Hm, bagaimana jika kubeli saja rumah sakit ini supaya aku bisa mengatur jadwal Sakura semauku."
🌸🌸
"Huh? Membeli rumah sakit besar tempat Sakura bekerja?!"
Sasuke mengangguk saat Itachi bertanya.
Ia saat ini sedang di kantor milik Shisui. Itachi memintanya datang ke sana. Sasuke malas awalnya, namun kebetulan ia membutuhkan solusi lebih, jadi ia tanyakan saja sekalian.
"Tidakkah itu akan menimbulkan kecurigaan? Secara istrimu sudah lama bekerja, belum lagi selalu ada perubahan jadwal yang kau sabotase diam-diam. Jika rumah sakit kau beli dan kau atur, Sakura akan bisa menebaknya secara kau bersikeras memintanya cuti, bukan?" cetus Shisui menyatakan pendapatnya.
Sasuke mendengus, "Lalu, apa yang harus aku lakukan?!"
Obito yang sedari awal, menggelengkan kepalanya pelan, kemudian memberikan saran, "Kau sebelumnya terlalu gegabah. Seharusnya kau diam saja, tak usah terlalu banyak mengekspresikan kecemasanmu. Sekarang kau tenanglah dulu, turuti dulu kata-kata istrimu. Setelah beberapa waktu, sampai istrimu tidak curiga, kau langsung beli rumah sakitnya dan kau atur jadwalnya sesukamu."
Sasuke diam, berpikir. Akhirnya ia pun setuju dengan pendapat Obito.
Sementara Sasuke yang tengah mendiskusikan masalah akuisisi rumah sakit dan bisnis, di sisi lain, begitu jam makan siang, Sakura mengajak teman-temannya bertemu, untuk memberitahu mereka tentang kehamilannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abnormal
FanfictionPatah hati berkali-kali, ada yang berefek kecil, namun juga ada yang berefek luar biasa seperti..... "Apa kau pikir aku bahagia dengan kondisiku yang sekarang? Walau aku tampak baik-baik saja atau apa, pada kenyataannya aku benar-benar tersiksa. Kau...