18 - flashback II

249 179 206
                                    

"Kadang cinta membuat seseorang menjadi bersemangat, bahkan bisa sebaliknya."

──Angga.

- Pengakuan dan penolakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

- Pengakuan dan penolakan.



"Apa kamu bilang?!" pekik seorang wanita paruh baya berpakaian pasien disalah satu rumah sakit, terbaring di brankar VIP, dengan wajah pucat.

"Ish, bunda jangan keras-keras. Ini belum fix tau," seloroh Renzo.

Jam masih menunjukkan pukul enam lewat sepuluh menit. Laki-laki tinggi itu sudah memakai seragam sekolah, dan kini berada disalah satu ruang rumah sakit tempat ibunya terbaring.

Renzo menceritakan semua yang terjadi semalam ketika dirinya bertemu dengan seorang gadis, yang mampu membuat hatinya terpikat layaknya burung yang masuk kedalam sangkar tepat pada sasaran.

Semalam laki-laki itu tidak bisa tidur karena mengingat senyuman manis Talasya. Sungguh candu sampai terbayang-bayang rupa wajah gadis tersebut.

Kali ini, dirinya tidak akan pernah melepaskan gadis itu sampai kapanpun. Jika bisa Renzo ingin sekali menikah langsung dengan Talasya. Tidak peduli dengan latar belakangnya seperti apa dan bagaimana masalalunya, yang jelas ia hanya ingin gadis cantik sang pemilik senyuman manis.

Velicia benar-benar terkejut setengah mati mendengarnya. Untuk pertama kalinya juga anak kesayangannya bercerita tentang seorang gadis.

Waktu dulu ia sangat takut melihat anaknya tidak pernah dekat dengan gadis manapun, sampai berpikir anaknya tidak normal. Tetapi sekarang dirinya sudah lega, ada gadis yang mampu membuka hati sekeras batu hanya dengan sekali temu.

Wanita itu mengusap-usap punggung tangan kiri anaknya, menatap hangat sambil mengulas senyuman kecil.

"Jadi namanya, Talasya? nama yang indah."

"Bantuin Renzo, ya, Bun? Biar ayah setuju. Soalnya kalau Renzo pindah sekarang bisa ngulang ke kelas sebelas," jelas Renzo pada velicia.

Lelaki yang duduk di kursi samping brankar ibunya tak ingin mengulang ke kelas sebelas. Hal itu akan membuatnya pusing dengan mata pelajaran lagi, dan ayahnya pasti meminta Renzo untuk terus menjadi peringkat pertama.

"Tenang aja, nanti bunda bantuin deh. Tapi beneran, ya, Bakal nurut sama apa yang ayah bilang?"

Laki-laki itu mengangguk, "Iya bunda."

"Kamu udah sarapan?" tanya vilicia.

"Belum, Bun. Bunda emangnya udah?" tanya Renzo balik menatap khawatir kepada ibunya.

"Bunda makannya jam tujuh, ini sekarang baru jam enam lewat lima belas menit. Mending kamu makan dulu sana, terus ke sekolah. Bukan malah dateng ke sini pagi-pagi buta," ucap sang ibu yang terdengar mengeluh.

Two loves in one soulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang