ლ 6 ; Bioskop

1K 149 6
                                    

Sudah sepuluh menit kedua insan ini duduk di kafe tanpa sepatah katapun yang keluar dari mulut mereka. Hanya ada suara seruputan minum dari salah satunya, atau mungkin hanya itu yang bisa dia lakukan untuk saat ini.

Mereka adalah Mia dan Jevon yang sedang perang dingin akibat cuitan Januar di akun Twitternya kemarin. Sebenarnya bukan hanya tentang itu, Jevon marah karena Mia memberitahu rencana Janu soal dirinya yang berpura-pura dekat dengan cowok itu.

"Jadi sekarang mau lo gimana? Deket sama tuh cowok? Terus kita?" tanya Jevon dengan nada ketusnya.

Mia menyeruput lagi cappuccino dinginnya yang sudah tersisa setengah, kemudian menghela nafas jengah. "Lo ngajakin gue ketemuan cuma buat bahas hal ini lagi? Bukannya tadi udah kita bahas bareng?"

"Ya gue belum bisa terima?"

"Gue ngelakuin ini juga buat lo, Jev. Buat karir dan beasiswa lo. Apa jadinya kalau anak-anak tau kita deket dan lo dicap jadi Ketua OSIS yang nggak amanah dan nggak bertanggung jawab? Lo sendiri yang bikin peraturan itu, tapi lo juga yang melanggar," ujar Mia panjang lebar.

"Tapi kita kan nggak pacaran, dan lo nggak harus juga deket sama Januar!"

Boleh dibilang, ini adalah kali pertama Mia mendapati dirinya dibentak oleh seorang cowok karena urusan pribadi seperti ini. Biasanya, Jevon hanya akan marah pada anggotanya yang bebal.

Namun kali ini, harus Mia akui kata-kata dari Jevon agak membuatnya sakit hati.

"Kita emang nggak pernah ada rencana buat pacaran kan dari dulu? Terbukti dengan lo bikin peraturan baru itu."

Jujur saja Mia sudah muak kalau membicarakan soal status mereka yang tak jelas itu. Jevon aslinya cemburuan dan posesif, tapi cowok itu sepertinya memang tak pernah ada niatan untuk serius menjalin hubungan dengannya.

Yang Mia inginkan dari dulu adalah berpacaran dengan Jevon tanpa takut suatu hal buruk bisa terjadi. Tapi kenyataannya adalah Jevon malah membuat aturan baru yang mana sesama anggota OSIS tak boleh mempunyai hubungan khusus karena bisa mengganggu kinerja keduanya.

Mia tak bisa berbuat apa-apa setelah pengumuman itu disuarakan.

"Tapi gimana seandainya kalau ada salah satu diantara kalian yang baper? Bisa jadi Januar, atau mungkin lo," tanya Jevon lagi setelah kepalanya mulai dingin.

Mia menggeleng pelan. "Gue cuma sukanya sama lo, Jev. Lagi pula ini cuma pura-pura, gue juga nggak bakal ngapa-ngapain sama Januar."

Entah bagaimana caranya Janu membuat Mia sampai menyetujui rencananya, yang jelas itu terjadi begitu saja.

Jangan tanya perasaan Jevon, dia sedang berada di langitu ketujuh sekarang berkat kata-kata ajaib dari Mia.

"Janji?" Jevon mengacungkan jari kelingkingnya dihadapan wajah Mia.

Mia tersenyum tipis lalu menautkan kelingkingnya. "Ya..."

... gue sebenernya nggak bisa asal janji, Jev, lanjut Mia dalam hati.

Karena sekarang perasaan Jevon sudah mendekati lega, dia jadi lebih sering tersenyum dibanding tadi sebelum pergi kesini. Itu membuat Mia ikut tersenyum senang juga.

Lagi pula benar apa yang dikatakannya tadi, kedekatannya dengan Janu hanya sebatas pura-pura, selebihnya tak ada lagi.

Keduanya kini sibuk makan dan mengobrol ringan seperti biasa, lalu Mia melirik ke arah ponselnya yang ternyata sudah pukul 8 malam.

"Pulang yuk, udah jam segini."

Sebenarnya Wisnu bukan tipe stritch parent yang mengekang kebebasan anaknya dalam melakukan kegiatan apapun, hanya saja Mia terlalu menjunjung tinggi rasa kedisiplinan dan membuatnya menjadi anak yang tepat waktu.

Attention ; WolfiebearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang