ლ 19 ; Terima Kasih

805 104 6
                                    

"Gimana? Udah ngerasa lebih baik?"

Mia tak serta-merta langsung memberi jawaban dengan gelengan atau anggukan, cewek itu masih shock berat dengan apa yang terjadi beberapa saat yang lalu.

Kalau saja Wulan ada disini, dia pasti akan habis dimaki-maki karena masih saja menangisi cowok seperti Jevon.

"Nangis aja gapapa. Kalau lo malu sama gue, lo bisa duduk di belakang dan nangis sepuasnya disana."

Entah sudah berapa lembar tisu yang Janu berikan untuk Mia, mungkin satu bungkus besar pun tak akan cukup untuk menampung seluruh air mata itu.

Make up dari Bi Marni sudah seperti tak ada harga dirinya lagi malam ini, hampir terhapus seluruhnya akibat air mata Mia yang terus merembes ke pipi.

Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, tapi kedua insan ini masih setia berada di jalanan ibu kota yang lengang dan juga tanpa ada tujuan yang jelas.

Awalnya Mia menolak diajak kembali masuk ke dalam mobil dan memilih untuk berjalan kaki saja, sambil menangis tentunya. Jiwa lelaki Janu terguncang, mana bisa dia membiarkan cewek itu pulang sendirian dalam keadaan menangis pula? Jadi dia berinisiatif untuk mengajak Mia berkeliling kota menggunakan mobilnya.

Meski begitu, Mia tak lantas menghentikan tangisannya sampai detik ini. Meskipun tak sekencang tadi, tetap saja menyayat hati mungil Janu.

"Iya, halo. Kenapa, Dar?"

Janu menepikan mobilnya sebentat untuk mengangkat panggilan masuk dari sahabatnya itu.

"Lo dimana, babi?! Gue nyariin lo kemana-mana, malah ngilang."

"Pulang lah, bego! Udah malem juga," sahut Janu tak kalah kasar.

"Sama Mia?"

"Dilarang kepo."

"Si bangke. Ini cewek gue nanyain, lo bawa kemana temennya tadi?"

"Suka-suka gue lah mau bawa Mia kemana. Udah ya, kalau emang nggak penting, gue tutup."

"Bentar, woy, main tutup aja. Tadi si Jevon ada nanyain Mia juga ke Wulan. Ini firasat gue doang, apa emang cuma gue yang nggak tau apa-apa disini?"

"Iya, soalnya mulut lo ember."

"APA LO BILㅡ"

Panggilan diputuskan secara sepihak oleh Janu, dia terlalu lelah untuk menghadapi berbagai pertanyaan dari Haidar. Pasti besok Haidar juga akan menanyakan hal yang sama lagi, berulang terus sampai rasa penasarannya terjawab.

Mungkin seharusnya besok Janu tak masuk sekolah saja.

"Kenapa bawa-bawa nama gue?" tanya Mia dengan suara yang masih parau. Tapi syukurlah, dia sudah berhenti menangis.

Janu menggeleng pelan. "Tadi Wulan ada nanyain lo katanya. Dia khawatir banget sama lo pasti."

"Halah. Pasti dia mau maki-maki gue. Udah ketebak."

Janu tertawa kecil, lalu menyandarkan kepalanya ke kursi kemudi sambil terus memandangi wajah sembab Mia. Walau pada kenyataannya Mia sudah disakiti oleh Jevon, bukan berarti Janu bisa menang telak dari cowok itu.

Yang bisa Janu lakukan sekarang hanyalah menunggu keajaiban itu datang dan membuat hati Mia terbuka penuh untuknya, tanpa harus ada bayang-bayang Jevon lagi.

"Puas-puasin nangisnya malem ini, Mi. Tapi besok gue nggak mau liat lo nangis lagi," ujar Janu yang masih memandang wajah Mia dengan tatapan teduhnya.

"Kenapa?"

Attention ; WolfiebearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang