ლ 17 ; Undangan

872 122 28
                                    

Padatnya jadwal di sekolah dua minggu ke belakang, membuat jam tidur Mia rusak parah. Kalau biasanya dia bisa tidur selama lebih dari enam jam, tidak untuk hari-hari kemarin.

Malamnya bukan dihabiskan untuk tidur, melainkan mengecek laporan keuangan dan laporan lainnya. Belum lagi mendengarkan keluh kesah Wulan sebagai Seksi Acara yang juga tak bisa tidur malam karena selalu diteror oleh telpon dari Jevon.

Ngomong-ngomong soal Jevon, Mia belum mendengar sepatah katapun darinya bahkan setelah acara pensi selesai. Bahkan Jevon cenderung menghindari panggilan telponnya.

Ada apa dengan cowok itu?

Drrtttt..... dddrrttttt...

Panjang umur. Jevon menghubunginya terlebih dulu.

"Halo. Ada apㅡ"

"Ayo ketemu, di kafe biasa."

"Tapi ini udah malem, Jevon."

"Gue mau ngomong sesuatu."

Mia menggigit bibirnya ragu. "Bentar."

Mia membuka pintu kamarnya super pelan, melihat apakah papanya sudah tidur atau belum. Setelah dirasa cukup aman, Mia akhirnya benar-benar keluar rumah dengan cara mengendap seperti maling.

Dan berhasil. Wisnu sepertinya sudah tidur, mengingat ini sudah pukul sepuluh malam.

Ya, pukul sepuluh malam dan Jevon memintanya untuk datang sendiri ke kafe biasa yang buka 24 jam. Jaraknya memang tak jauh dari rumahnya, hanya saja Mia merasa agak aneh berjalan seorang diri malam hari seperti ini.

Setelah sampai, Mia memasuki kafe yang tak terlalu besar itu dan hanya terdapat beberapa orang disana termasuk Jevon.

"Mau ngomong apa?" tanya Mia tanpa basa-basi terlebih dulu, bahkan dia belum duduk sama sekali.

"Pesen dulu aja. Ngomongnya sambil makan," jawab Jevon santai.

Mia menggeleng. "Ini udah malem banget. Gue nggak bisa diluar lama-lama."

Jevon menghela nafas kemudian mempersilahkan Mia untuk duduk terlebih dulu, saling berhadapan dengannya.

"Setelah gue pikir beberapa kali, ada baiknya kita resmiin hubungan kita, Mi."

Ucapan Jevon barusan membuat alis Mia terangkat sebelah. "Maksudnya?"

"Ayo pacaran."

Mia membulatkan matanya, lalu mengerjap beberapa kali. Yang dihadapannya itu benar-benar Jevon kan? Jevon si Ketos? Diam-diam Mia melirik ke bawah meja dan memeriksa apakah kaki cowok itu menapak atau tidak, takut saja kalau ternyata itu bukan Jevon yang dia kenal.

"Lo ngelindur ya?" tanya Mia memastikan.

Jevon bersedekap sambil bersandar di kursinya. "Kenapa kayaknya lo nggak percaya banget dan keliatan biasa aja? Bukannya lo sendiri yang butuh kepastian buat hubungan kita?"

Kalau dipikir, ada benarnya juga. Selama ini Mia yang selalu menuntut Jevon untuk menegaskan akan dibawa kemana hubungan mereka. Namun yang terjadi saat ini adalah, Mia merasa kalau ucapan Jevon itu tak tulus dan terkesan terpaksa.

Sebenarnya, apa yang terjadi pada hatinya?

"Kenapa tiba-tiba? Ada apa?"

Bukannya menjawab, Mia malah balik bertanya.

"Gue nggak mau kecolongan sama si Janu Janu itu. Lo keliatan makin deket sama dia, Mia."

Rahang Mia terjatuh begitu saja setelah Jevon menyelesaikan kalimatnya. "Gue nggak ngerti apa yang di pikiran lo, Jev. Gue kira lo tulus tegas sama hubungan kita. Tapi apa yang gue denger barusan? Kecolongan? Lo mikirnya gue cewek gampangan?"

Attention ; WolfiebearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang