ლ 4 ; Random Talk

1.1K 141 17
                                    

"Serius?!"

Mata Wulan terbelalak ketika mendengar cerita Mia barusan. Sementara Mia hanya mengangguk dengan wajah yang amat datar.

"Wah, gila sih ini. Kebetulan macam apa? Kayaknya kalian emang ditakdirkanㅡ"

"Lo bisa diem nggak?" sergah Mia sebelum Wulan menyelesaikan kalimatnya.

Wulan merapatkan bibirnya sambil menahan senyum. Kalau dipikir-pikir, Janu dan Mia ini lucu juga, sayang sekali kalau tidak pacaran. Itu yang ada di benak Wulan sekarang.

"Lo sendiri, bukannya lagi deket sama si Haidar Haidar itu?" tanya Mia.

"Hah? Nggak! Apaan?" Wulan kelabakan sendiri dengan jawabannya, padahal jelas-jelas Mia sudah tahu.

Mia berdecih. "Jangan ngerasa nggak enak sama gue, Lan. Gue sebel sama Haidar bukan berarti lo nggak boleh deket sama dia juga. Gue rasa, dibalik sikap tengilnya itu dia baik juga orangnya, cuma emang keras kepala aja kayaknya."

Tiba-tiba saja Wulan tersenyum malu, padahal tadi dia setengah mati mengelak tuduhan Mia. "Iya sih, kami deket baru-baru ini. Dia tuh sering banget ngechat gue tapi nggak pernah gue respon. Sekalinya ngilang, guenya malah kangen."

Merinding Mia dibuatnya. Baru kali ini dia melihat Wulan tersipu seperti itu karena seorang cowok. Pernah sekali sih, tapi itu sudah lama sekali.

Wulan itu aslinya sama seperti Mia, belum pernah pacaran padahal mereka berdua cantik dan cukup terkenal di sekolah. Hanya beberapa kali mereka dekat dengan cowok, tapi ujung-ujungnya hanya jadi teman saja.

"Terus gimana nyokapnya Janu? Baik?" tanya Wulan dengan kedua tangan menopang dagu.

"Gue belum ketemu sih, soalnya kata Januar, bundanya masih lembur di kantor," jawab Mia seadanya.

Kalau terdengar hanya dari suaranya saja, dapat Mia simpulkan kalau Rosi adalah orang yang sangat baik meskipun mereka belum pernah bertemu. Dilihat dari foto pun, Rosi itu cantik meski sudah berusia 40-an.

"Lo kaku banget sih, Januar Januar. Udah biasa aja kayak gue manggil Janu."

Mia mendelik. "Ngapain gue manggil dia begitu? Deket juga nggak."

"Tapi lo bakal sering ketemu Janu dan akhirnya bakal deket juga, Mi. Percaya sama gue."

"Gue ke rumah dia buat kerja sama bundanya, bukan buat deketin anaknya."

"Yakin?"

"Seratus persen yakin. Lagian gue disana cuma buat 3 bulan, abis itu gue mau cari kerjaan lain."

Dalam hati sebenarnya Mia sendiri tak yakin dengan kata-katanya. Bukan perkara Janu, hanya saja dia belum tahu akan mencari kerja seperti apa setelah tak lagi menjadi guru lesnya Yuki.

Padahal baru sehari dia bekerja.

"Lo pasti nggak bakal bisa mengelak dari pesonanya Januar Pradipta, Mi," ujar Wulan tiba-tiba.

Mia terkekeh. "Kayak lo pernah terjerat dalam pesonanya Januar Pradipta aja."

"Emang pernah."

Gebrakan meja dihadapannya membuat Wulan terkejut, pelakunya adalah Mia. "Hah? Kapan, Lan? Lo pernah suka sama Januar?"

"Santai dong, Mi. Itu cuma sejarah masa lalu gue kok. Pas kelas satu gue pernah naksir dia, bentar doang nggak sampe sebulan," jawabnya terang-terangan.

Membayangkan seorang Wulan menyukai cowok diam-diam saja membuat Mia tak habis pikir. Padahal mereka berdua sudah satu kelas sejak pertama kali masuk sekolah, tapi bisa-bisanya Mia tak tahu kalau sahabatnya itu ternyata pernah menyukai Janu.

Attention ; WolfiebearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang