Beberapa bulan kemudian...
Kelas matematika seharusnya sudah dimulai sejak sepuluh menit yang lalu, tapi sang guru sama sekali belum menampakkan batang hidungnya.
Haidar merogoh ranselnya lalu mengeluarkan sebuah kotak yang Janu paham betul itu isinya apa.
"Gabut nggak lo pada? Mending main UNO, kebetulan gue bawa nih," ajak Haidar kepada teman-teman kelasnya.
Sekitar setengah dari orang-orang di kelas ini duduk melingkar di belakang, lalu Haidar mulai membagikan kartu UNO miliknya. Termasuk juga Janu yang memang sudah lama sekali tak main UNO.
"Gue nggak akan kalah lagi dari Janu," ucap Fabian dengan nada percaya diri.
Janu menyeringai sambil memandangi semua kartu yang diterimanya. "Kita liat aja nanti."
Beberapa menit berlalu, dan mereka masih asik bermain tanpa peduli apakah guru mereka akan datang atau tidak.
Seperti prediksi, entah kebetulan atau tidak, Janu memenangkan permainan ini dengan hanya beberapa kali bermain. Tentu saja Fabian di sebelahnya menatap Janu dengan sebelah bibir terangkat ke atas.
"Oh, bagus ya. Saya belum datang kalian bukannya belajar malah bermain kartu seperti ini!"
Janu bergidik karena suara Bu Rahma tepat berada di belakangnya. Dia kemudian menoleh dan hanya bisa tersenyum kikuk setelah menerima tatapan tajam setajam silet dari guru matematikanya itu.
Sontak semua yang berada di belakang berlari kalang kabut menuju bangkunya masing-masing. Dan jangan lupakan Haidar yang kebingungan membereskan kartunya yang ditinggalkan begitu saja oleh teman-temannya.
"Kamu dalangnya ya, Haidar?"
Haidar meneguk salivanya sendiri, tak mampu menjawab apapun.
Meninggalkan Haidar sendiri di belakang sana, Bu Rahma lantas kembali ke mejanya lalu tiba-tiba saja membagikan selembar kertas kepada para muridnya.
Kedua mata Janu membulat ketika melihat isi kertas tersebut.
"Haidar, ayo kembali ke bangku kamu!" perintah Bu Rahma dan Haidar pun menurut dengan seluruh tubuh yang masih bergetar ketakutan.
"Silahkan kalian kerjakan soal essai yang Ibu bagikan barusan. Jangan ada yang menyontek ataupun bertanya kepada teman. Anggap saja ini ulangan dadakan."
Sekali lagi Haidar meneguk salivanya, lalu melirik kepada teman-temannya yang mungkin berpikir adanya ulangan dadakan ini karena mereka ketahuan bermain UNO.
"Ibu memang sudah merencanakan ini jauh-jauh hari, untuk bahan evaluasi kalian menjelang ujian akhir," jawaban dari Bu Rahma itu membuat Haidar lega. Rupanya bukan karena dia.
Mengabaikan para muridnya yang diam-diam mendumel tak suka, Bu Rahma kembali ke mejanya untuk melanjutkan pekerjaannya.
Sementara itu, Janu mulai fokus mengerjakan soal matematika yang rupanya tak sesulit yang dibayangkan. Terima kasih untuk Mia karena soal ulangan dihadapannya tak jauh berbeda dengan materi yang Mia sempat ajarkan kemarin.
Sampai beberapa saat kemudian ekor mata Janu menangkap siluet Mia dari luar jendela kelasnya. Janu pun diam-diam menoleh, dan benar saja dia mendapati Mia berjalan beriringan dengan Jevon.
Berdua.
Hanya berduaan.
Sontak itu membuat kedua alis Janu tertaut dan refleks berdiri dari bangkunya.
"Januar, kamu sudah selesai? Cepat sekali," tanya Bu Rahma
Janu tersenyum kikuk dan kembai duduk di bangkunya. "Saya cuma kesemutan tadi, Bu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Attention ; Wolfiebear
FanfictionJanuar Pradipta adalah siswa biasa yang hanya datang ke sekolah untuk menunggu bel pulang. Suatu hari dia tak sengaja 'dipertemukan' dengan Mia Amaretta, Sang Bendahara OSIS, dengan cara yang tidak terduga. © Luzinoona, 2022.