ლ 23 ; Angkot Date

778 122 15
                                    

Entah sudah ke berapa kalinya Janu membolak-balikkan buku materinya dengan kesal. Sesekali membenturkan kepalanya dengan meja yang ada dihadapannya. Sungguh seperti orang gila di mata Haidar.

Dengan sabar, Haidar hanya melihat itu lalu pura-pura cuek saja padahal mulutnya ingin memaki.

Tentu saja dia tak bisa memaki Janu sesuka hati karena sekarang dirinya tengah sibuk video call bersama ayang.

Setelah beberapa saat berlalu, Janu yang masih kalut langsung pergi ke belakang kelasnya untuk menenangjan diri dengan cara bermain game bersama Mahen. Biasanya Fabian juga ikut, tapi anak itu memilih untuk menjemput mimpinya alias tidur pagi.

"AH, ANJING!"

Mendengar itu, Haidar refleks menoleh ke belakang untuk mengecek keadaan.

"Lo kenapa sih, Jan?" tanya Mahen yang jadinya malah tak bisa konsentrasi karena Janu terlalu banyak berkata kasar.

Janu melempar ponselnya ke lantai, setelah itu kembali memungutnya lalu berdiri dengan gerakan tak santai. "Gue udahan. Capek kalah terus."

Mengabaikan Mahen yang sejak tadi terus memanggil namanya, Janu berjalan menuju keluar kelas untuk duduk-duduk santai disana padahal diluar sana sudah sepi lantaran para guru sudah mulai memasuki kelas di jam pertama.

Janu menghela nafas lelah sambil memejamkan matanya, lalu tiba-tiba saja teringat bagaimana raut kecewa sang bunda setelah dibohongi olehnya.

Juga Mia, dia mulai sadar kalau ucapannya kemarin benar-benar keterlaluan pada cewek itu. Pagi tadi, saat mereka tak sengaja berpapasan di depan gerbang, Mia terus berjalan tanpa mau mengeluarkan sepatah katapun dari mulutnya.

Janu tersentak begitu mendapati pahanya ditepuk oleh seseorang.

"Lo kenapa lagi, anjir? Uring-uringan mulu dari pagi."

Bukannya menjawab, Janu malah melengos sambil menyandarkan kepalanya pada dinding.

"Yeu, orang nanya tuh dijawab."

"Diem, Dar. Gue pusing."

Haidar mencebikkan bibir. "Ada masalah apa lagi lo sama si Mia?"

Mendengar Haidar menyebut nama Mia, membuat Janu menoleh. "Dari mana lo tau gue ada masalah sama Mia?"

Haidar mengangkat bahunya tak acuh, lalu sepersekian detik kemudian Janu langsung paham dari mana Haidar sampai tahu.

"Gue emang salah disini, makanya sekarang gue nyesel banget. Gue yakin Mia pasti nggak bakal semudah itu maafin gue. Iya kan?" gumamnta pada diri sendiri.

"Lo udah nyoba minta maaf?"

"Belum."

"Bego! Udah lah resign aja gue jadi temen lo," umpat Haidar.

Bahu Janu merosot begitu mendengar umpatan Haidar. Kalau biasanya dia akan mengomel atau membalas umpatan itu, untuk sekarang tidak. Janu sadar kalau dia memang sebodoh itu.

"Semua fasilitas gue disita Bunda, bahkan ATM gue dibekuin juga."

"HAH?!"

"Semua fasiㅡ"

"Nggak usah diulang, gue denger. Gue cuma heran aja, kok bisa?"

Janu menceritakan kejadian kemarin kepada Haidar, dan Haidar hanya menanggapinya sambil mengacak-acak rambut karena terlalu gemas.

"Ya lo ngapain main rahasiaan sama Bunda? Udah tau Bunda lo orangnya gampang overthinking," sahut Haidar dengan gestur tangan seakan ingin menerkam Janu.

Attention ; WolfiebearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang