ლ 11 ; Sepeda

971 144 25
                                    

"Ini gimana, anjir?! Boro-boro main bass, megang aja gue baru sekali," keluh Fabian sambil membolak-balikkan bass di tangannya.

Janu, Haidar, Mahen, dan juga Fabian sekarang tengah berada di studio musik milik sepupu Haidar. Setelah berdebat cukup lama tentang keputusan Janu yang tiba-tiba saja ingin membentuk sebuah band, dari yang awalnya mereka bertiga tak setuju kini pasrah saja.

Ini semua gara-gara rayuan maut Janu yang tak dapat ditolak.

"Gue yakin, abis kita perform nanti pasti banyak cewek-cewek yang ngincer kita. Lo pada masih jomblo kan? Percaya aja sama gue."

Semuanya mengangguk kecil, membenarkan ucapan Janu. Terkecuali Haidar yang sudah punya pacar.

Haidar ikut-ikut saja selama kegiatannya positif, tanpa ada niatan untuk menjadi primadona sekolah seperti apa yang diharapkan teman-temannya itu.

Lagipula dia memang tak ada kegiatan yang bisa dilakukan untuk mengisi waktu luangnya, alias Haidar ini aslinya mageran.

"Untung pas SD gue pernah belajar main pianika," sahut Mahen sambil memainkan keyboard dihadapannya dengan asal.

"Ini kalau gue pukul ke kepala sakit nggak ya?" gumam Haidar random dengan kedua stick drum di tangannya.

Sebelum latihan, mereka menentukan dulu lagu apa yang akan mereka bawakan di acara pensi nanti. Setelah menemukan yang pas, barulah Janu sebagai vokalis melancarkan aksinya.

Jangan ragukan kemampuan bernyanyi Janu karena cowok itu aslinya sering mengikuti lomba bernyanyi diluar sekolah dan sering mendapatkan penghargaan. Entah itu juara umum, ataupun juara harapan.

Singkatnya, Janu itu punya bakat menyanyi dari sang ayah.

Ah, kalau aja Ayah masih hidup.

Janu bernyanyi dengan suara lembutnya, tanpa diiringi musik terlebih dahulu karena ketiga temannya itu masih perlu dibimbing untuk menciptakan harmonisasi yang indah.

"Kenapa lo nggak solo aja sih, Jan? Kudu banget ngajak kita bertiga?" tanya Haidar.

Janu merapatkan bibirnya. "Malu, cok, kalau gue sendirian. Lagian nih ya, kapan lagi kita bisa seneng-seneng kayak gini kan? Jangan nganggep ini tuh sebagai beban, have fun aja lah."

Bibir Mahen mencebik. "Have fun apanya! Ini kita gimana bisa latihan kalau nggak ada yang pro diantara kita berempat?"

Semuanya mengangguk setuju, iya juga ya.

"Gue bisa ajarin kalian kok."

Keempatnya menoleh bersamaan ke arah pintu yang menampilkan sosok tak asing bagi Janu.

"BANG MARIO?!"

Janu berlari menghampiri Mario yang badannya tak lebih besar darinya itu lalu memeluknya erat. Mario yang kesulitan bernafas segera memukul bahu Janu beberapa kali.

"Katanya balik ke Semarang, Bang?" tanya Janu yang sudah melepaskan pelukannya itu.

Mario masih terbatuk akibat pelukan dari Janu tadi, terdiam sebentar lalu menjawab pertanyaan Janu. "Gue pindah kesini lagi."

"Lah?"

"Kenapa kok 'lah'? Nggak seneng lo gue balik lagi kesini?"

Janu menggeleng cepat, lalu matanya beralih kepada Haidar yang sejak tadi memperhatikan mereka berdua. "Kenapa lo nggak cerita apapun soal ini, nyet?!"

Tawa Haidar yang menggelegar membuat atensi mereka beralih sepenuhnya. "Aduh, sorry, Jan. Sengaja gue nggak ngomong, biar surprise aja."

"Kampret!"

Attention ; WolfiebearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang