ლ 14 ; Confess

921 125 15
                                    

Sudah beberapa hari ini Janu tak lagi menampakkan batang hidungnya dihadapan Mia. Awalnya Mia biasa saja, dan mengira kalau cowok itu pasti sibuk juga mempersiapkan pensi yang hampir terancam batal karena masalah kemarin.

Namun faktanya bukan hanya itu, Janu memang sengaja menghindarinya. Terlihat dari cara menatapnya yang aneh setiap kali mereka tak sengaja bertemu dimana pun.

Mia sedikit khawatir ketika melihat beberapa luka lebam di wajah Janu. Kemarin ramai sekali desas-desus soal pertengkaran Janu dan juga Jevon di kawasan IPA.

Bukan hanya Janu yang sulit ditemui, Jevon pun demikian. Sudah beberapa rapat yang tak Jevon hadiri dan hanya diwakilkan oleh Hendra selaku Wakil Ketua OSIS.

Kenapa semua orang tiba-tiba menjauhinya?

Kini Mia berjalan sendirian dengan beberapa tumpuk buku di tangannya. Mungkin karena sibuk melamun, tersenggol sedikit saja sudah membuatnya limbung dan bukunya jatuh berceceran.

Mia menghela nafas berat, lalu mulai membereskan satu-persatu bukunya. Matanya hampir saja mengeluarkan cairan bening, merasa kalau dirinya lemah sekali.

"Makanya lain kali kalau jalan jangan sambil bengong."

Suara itu...

Mia mendongak dan mendapati sosok cowok yang tak ditemuinya selama beberapa hari. Cowok itu ikut berjongkok dan membantu Mia mengumpulkan bukunya dalam diam, tanpa menatap Mia sedetikpun.

Rasanya Mia ingin menangis lagi entah untuk alasan apa. Yang jelas, bibirnya terlalu kelu untuk berbicara barang satu kata.

"Makasih, Janu."

Janu hanya mengangguk singkat lalu berdiri dan melangkah begitu saja tanpa mengatakan apapun lagi.

"Janu..."

Masih dalam keadaan berjongkok, Mia memberanikan diri untuk sekedar menyapa. Bahkan tatapan mata mereka tak bertemu karena saat ini keadaannya Mia membelakangi Janu.

"Lo marah sama gue?" tanya Mia dengan hati-hati.

Janu menghela nafas. "Kenapa gue harus marah sama lo?"

Perlahan Mia berdiri dan berbalik, menatap sosok yang berdiri tak jauh darinya itu. "Lo berantem sama Jevon karena belain gue kan?"

Janu menyeringai, lalu sedetik kemudiam wajahnya kembali datar. "Gue cuma membela perempuan. Seandainya itu bukan lo, pasti gue juga bakal ngelakuin hal yang sama. Karena disini gue tau kalau lo nggak salah."

"Lo seyakin itu kalau gue nggak salah? Gue juga ada disana dan mengakui kalau foto itu bener. Kenapa lo sampe segitunya belain gue, Jan? "

Di lorong perpustakaan yang hanya ada beberapa orang siswa itu, suara Mia terdengar cukup lantang hingga membuat sebagian yang disana menoleh.

"Karena gue suka sama lo, Mia..." lirih Janu. "Lo nggak pernah sadar itu kan?"

Deg!

Mia mematung ketika mendengar perkataan Janu barusan. Apa katanya tadi?

"Maaf kalau kesannya gue kurang ajar ngomong begini di saat yang nggak tepat. Gue cuma pengen lo tau kalau gue ngelakuin semuanya tulus buat lo tanpa berharap apapun. Cukup lo tau isi hati gue aja, gue udah lega. Jadi tolong, hargai aja usaha gue tanpa lo harus tanya apa alesannya."

Baru saja Mia hendak berbicara, Janu langsung menyela. "Lo sama Jevon itu korban disini. Kalian nggak salah kalau mau mengekspresikan rasa sayang kalian satu sama lain. Yang salah tuh orang yang nyebarin foto kalian berdua. Jadi lo nggak perlu nyalahin diri sendiri ataupun takut lagi..."

Attention ; WolfiebearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang