ლ 16 ; Pensi

917 128 13
                                    

"Ganti lagu? Gila lo ya?!"

Janu mengusap tengkuknya sambil tertawa canggung. Melihat ketiga temannya melotot ke arahnya membuat nyali Janu seketika ciut. Agak menyesal sudah memberikan pendapat nyelenehnya.

"Kenapa tiba-tiba lo minta ganti lagu? Bukannya kita udah sepakat pake lagu pertama? Pensinya tinggal besok, Jan."

Mahen yang paling menanggapinya dengan tenang, sementara dua temannya yang lain terlihat menahan raut wajah kesalnya.

Entah kenapa pergantian lagu saja membuatnya tak tenang sampai tak bisa tidur semalam. Dia terus kepikiran tentang Mia. Setidaknya cewek itu bisa tahu isi hati Janu meskipun hanya lewat lagu, karena lagu pertama yang sudah disepakati ternyata jauh dari apa yang Janu rasakan sekarang.

"Denger dulu penjelasan gue. Kayaknya lagu pertama itu terlalu kedengeran menye dan nggak bisa membangun suasana karena genrenya semi ballad. Kita butuh suasana yang lebih semangat biar yang nonton ikut ngerasain euforianya," dalih Janu meyakinkan semuanya.

"Tapi kenapa nggak dari awal kayai gitu? Biar nggak ribet," tanya Haidar.

"Gue baru mikirin ini semalem, dan gue juga udah diskusi sama Hendra soal itu. Sorry, harusnya gue diskusi sama kalian dulu."

Fabian mendengus kesal lalu pergi meninggalkan studio. Janu melihat itu dan merasa kalau Fabian kecewa padanya.

Ya, memang mereka sengaja menyiapkan dua lagu untuk berjaga-jaga seandainya kejadian seperti ini terjadi. Tapi siapa yang tak kesal kalau semuanya serba mendadak dan itu hanya karena satu orang yang tiba-tiba berubah pikiran hanya dalam semalam?

Janu berlari kecil untuk menyusul Fabian yang sudah lebih dulu berjalan entah kemana.

Fabian sebenarnya orang yang jarang mengungkapkan kekesalannya, makanya dia akan lebih memilih untuk pergi daripada kata-katanya bisa menyakiti hati orang lain.

"Bian..." panggil Janu ketika melihat Fabian terduduk di kursi kafe yang terletak tak jauh dari studio.

Fabian tak menjawab panggilan Janu, dia terlalu sibuk merenung di depan jendela sambil mengaduk minuman yang dipesannya.

"Lo marah?" tanya Janu, sekali lagi.

Fabian hanya melirik Janu sebentar kemudian kembali lagi dengan kegiatannya.

"Lo pikir gue marah cuma karena lo minta ganti lagu? Nggak, Jan. Lo pikir aja udah berapa kali lo begini? Lo tuh egois."

Janu merasa tertohok dengan kalimat yang Fabian lontarkan padanya. Egois? Benarkah seperti itu?

"Makㅡ"

"Pertama, lo dengan tiba-tiba ngajak kami yang nggak tau apa-apa buat ngebentuk band yang padahal bukan passion kami bertiga. Kedua, lo yang milih lagu pertama dan sekarang lo juga yang ngide buat ngubah lagu. Ketiga... lo dateng ke gue dan nanya 'lo marah?' dengan wajah tanpa dosa," jelas Fabian panjang lebar yang membuat Janu makin merasa terpojok.

"Lo sadar nggak, apa yang lo lakuin itu egois?" lanjutnya dengan pertanyaan di akhir kalimat.

Mengingat awal pembentukkan band, mereka berempatㅡmungkin sedikit pengecualian untuk Januㅡ merasa tak yakin kalau band mereka akan menampilkan penampilan yang baik, karena ketiga personelnya sama sekali tak berpengalaman di bidang musik.

Mereka mendapat sedikit bantuan dari Mario, yang tak lain adalah sepupu dari Haidar. Itupun butuh waktu lama untuk mereka memahami semuanya.

Sampai akhirnya mereka di titik ini. Kurang lebih satu bulan waktu yang mereka habiskan untuk berlatih dan berlatih supaya menampilkan hasil terbaiknya di panggung.

Attention ; WolfiebearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang