ლ 26 ; Kupon Permintaan

731 119 21
                                    

"Aku mau berhenti ngajar Yuki, Tante."

Kegiatan mengupas apel Rosi jadi terhenti karena ucapan Mia yang terkesan mendadak itu. Dia segera meletakkan pisaunya diatas meja kemudian beralih menatap Mia dengan intens.

"Tiba-tiba? Kenapa, Mia? Gaji yang Tante kasih kurang? Atau Tante ada salah sama kamu?"

Mia menggeleng sambil tersenyum tipis. "Aku mau fokus belajar sama jagain Papa, karena akhir-akhir ini asma Papa lumayan sering kambuh, Tan."

Hati Rosi menghangat setelah tahu alasannya. Dia sempat berpikir kalau dirinya atau mungkin Janu sudah membuat kesalahan yang fatal sampai harus membuat Mia berhenti dari pekerjaannya.

Tangan Rosi terulur untuk mengelus punggung Mia, setelah itu memeluknya dengan mata yang berkaca-kaca. Sebenarnya, dia sudah menganggap Mia seperti anaknya sendiri.

Mia pun demikian, entah kenapa perpisahan ini membuatnya jadi emosional.

"Kamu anak hebat, Sayang. Kamu bahkan nggak banyak bermain layaknya anak seusia kamu. Janu aja masih sering keluyuran nggak inget waktu kalau Tante nggak negur dia," ujar Rosi yang masih memeluk Mia erat.

Mia mengangguk dalam pelukan hangat itu. "Makasih, Tante. Tapi kayaknya aku nggak pantes buat dapet pujian itu."

Rosi merenggangkan pelukannya lalu menggeleng. "No, kamu emang anak baik. Tante nggak merasa berlebihan muji kamu."

Mia tersenyum lagi sebagai tanda ucapan terima kasih. Sama seperti Rosi yang menganggapnya anak, sebagai anak yang tak ingat kapan dia disayang oleh ibunya, Mia pun sudah menganggap Rosi sebagai orangtua kedua.

Meski baru beberapa bulan bekerja disini, rasanya berat sekali untuk meninggalkannya. Namun apa boleh buat, targetnya sudah terpenuhi jadi mau tak mau Mia harus pergi.

"Kamu habis ini mau kerja lagi atau gimana, Mia? Papa kamu kan, maaf, udah lama nggak kerja," tanya Rosi lagi dengan lembut, tanpa maksud merendahkan pihak Mia.

"Kebetulan anak tetanggaku juga lagi butuh guru les, Tan. Jadi mungkin aku mau nyoba ngelamar disana. Lebih deket juga dari rumah, jadi aku bisa lebih leluasa mantau keadaan Papa."

Rosi hanya mengangguk kecil sebagai jawaban.

Kalau dipikir, Mia seharusnya bekerja disini hanya tiga bulan lamanya. Tapi karena hutangnya pada OSIS belum terbayar semua, Mia jadi menambah masa kerjanya.

Alasan dia tak mau jauh dari Papanya pun memang benar adanya, bukan hanya alasan belaka.

"Alasan diterima. Maaf, kalau selama kamu kerja disini, Tante banyak kurangnya," ujar Rosi sambil kembali memeluk Mia.

"Aku yang harusnya minta maaf, Tan. Aku bukan tenaga pengajar yang berpengalaman, tapi Tante udah percayain Yuki ke aku. Semoga Yuki dapet guru les yang lebih baik dari aku ya, Tan."

Rosi mengangguk, lalu kemudian teringat sesuatu.

"Kamu udah bilang ini ke Janu?"

Pertanyaan Rosi benar-benar diluar nalar. Alih-alih berbicara pada Yuki, Rosi malah bertanya soal Janu.

Mia menggeleng. "Dia belum tau, Tan."

Rosi menghela nafas, lalu memasang wajah sedih. "Pasti Janu nggak bakal setuju sama keputusan kamu yang tiba-tiba ini. Dia udah terlanjur nyaman sama kamu, Mia."

Anak ibu sama aja ternyata, blak-blakan banget. Batin Mia.

Mendengar itu, Mia jadi canggung sendiri entah untuk alasan apa. Dia hanya bisa tersenyum, dan senyumannya pun aneh jadinya.

Attention ; WolfiebearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang