ლ 21 ; Alergi

897 124 12
                                    

Sepanjang jalan menuju ke sekolah, Janu tak berani melirik Rosi sedikitpun karena bundanya itu sudah dipastikan masih kecewa atas pemanggilannya ke sekolah. Awalnya Rosi tak percaya dengan apa yang dilakukan oleh anaknya itu, tapi setelah bertanya lebih jelas kepada Mia, barulah perang dingin itu dimulai.

Bahkan sejak kemarin, tak ada sepatah katapun yang keluar lagi dari mulut Rosi setelah menyatakan betapa kecewanya dia.

Rosi membelokkan mobilnya memasuki gerbang sekolah dengan kekuatan penuh hingga Janu yang ada di belakang terpental ke sisi kiri.

Anjrit, ini emak gue mantan pembalap apa gimana? Batin Janu kagum, setengah takut juga sih.

"Bunda!"

Sialan! Haidar ngapain nyapa segala?

Haidar yang kebetulan baru sampai juga ke sekolah, langsung berjalan menyapa Rosi setelah memarkirkan motornya di tempat yang letaknya tak jauh dari parkiran mobil.

Namun seperti tak terjadi apa-apa sebelumnya, Rosi malah kembali menyapa Haidar dengan senyum hangatnya, bahkan tak canggung merangkul anak itu seolah baru bertemu lagi setelah sekian lama.

Padahal kemarin masih sempat bertemu ketika Haidar meminjamkan buku catatannya ke rumah Janu. Untung saja Haidar tak mengadu soal dirinya yang bolos bersama Mia. Bisa makin perang dingin mereka.

"Bisa antar Bunda ke kantor guru?"

Haidar mengangguk, lalu menyejajarkan langkahnya di samping Rosi. Tak lupa juga dia menoleh ke belakang, tepatnya ke arah Janu yang terlihat kesal sepanjang jalan.

'Makanya jangan banyak tingkah!' ledek Haidar dengan gerakan mulutnya.

Ekspresi Janu sekarang :

Ketiganya menjadi pusat perhatian, terlebih Rosi yang memang cantiknya awet meskipun sudah mempunyai dua orang anak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketiganya menjadi pusat perhatian, terlebih Rosi yang memang cantiknya awet meskipun sudah mempunyai dua orang anak. Terkadang, teman-teman Janu yang kebetulan melihat, bertanya perihal bundanya itu yang hanya dibalas jari tengah saja karena terlalu malas.

"Jan, itu siapanya Haidar?"

"Gue baru tau Haidar punya kakak, cakep lagi."

"Doi suka brondong nggak ya? Kalau iya, gue mau daftar."

"ITU BUNDA GUE, MONYET!"

Tentu saja kalimat gertakan terakhir hanya Janu ucapkan dengan nada pelan, bisa berabe kalau sampai bundanya mendengar. Namun kalimat itu sukses membuat yang mendengarnya saja menganga karena takjub, atau mungkin tak percaya.

Janu tak peduli mereka mau percaya atau tidak, toh bukan hal yang merugikan untuknya juga.

Sesampainya di depan ruang BK, Haidar berpamitan karena bel masuk berbunyi sebentar lagi. Padahal aslinya anak itu lah yang paling sering mengajak Janu untuk melipir ke kantin dulu sampai bel peringatan kedua berbunyi.

Attention ; WolfiebearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang