ლ 12 ; Curiga

869 113 11
                                    

Mia bergerak gelisah di tempatnya, dan itu terlihat oleh Wulan yang tengah melakukan video call bersama Haidar.

"Ngapain lo?"

Mia menggeleng kemudian menelungkupkan wajahnya diatas bantal. Namun kejadian itu tak berlangsung lama, Mia lagi-lagi membuat kehebohan dengan menjatuhkan bantal milik Wulan ke kolong ranjang.

Sadar akan keanehan dari temannya itu, Wulan lalu berpamitan pada Haidar. Padahal mereka baru bertatap muka selama lima menit.

"Lo kenapa sih?" tanya Wulan setelah melihat Mia berguling-guling di kasurnya.

"Sebenernya ada hal yang pengen gue ceritain ke lo. Gue nggak bisa terus mendam ini sendirian, Lan."

Mata Wulan memicing. "Apa? Lo kayaknya akhir-akhir ini nggak pernah ada cerita lagi ke gue."

"Hehe. Iya makanya gue mau cerita sekarang."

"Cerita soal apa?"

Mia menyuruh Wulan untuk menunduk supaya lebih menempel pada dirinya. Padahal mereka sedang ada di kamar Wulan, lagaknya sudah seperti di tempat umum saja. Meski risih, Wulan hanya menurut.

"Gue pengen cerita ini dari lama, tapi reaksi lo pasti berlebihan. Gue cerita sekarang karena emang udah nggak bisa mendam sendiri," ujar Mia mengawali ceritanya.

"Yaudah iya, apaan? Jangan sampai kuhantam muka kau ya?!" seru Wulan geram.

"Gue sebenernya lagi deket sama Jevon."

"HAH?! JEVON KETOS?"

Mia mengangguk. "Emang yang namanya Jevon di sekolah ini ada berapa sih, Lan?"

Wulan menatap Mia tak percaya. Yang dia tahu, sahabatnya sedang dekat dengan sahabat pacarnya, bukan dengan ketua OSIS yang juteknya minta ampun itu.

"Kok bisa?"

"Ya bisa lah."

"Maksud gue, kok kalian bisa deket sedangkan Jevon sendiri yang bilang kalau sesama anggota jangan ada yang saling deket apalagi pacaran? Aneh banget."

Mia mengangkat bahu. "Gue juga nggak ngerti, dia duluan yang deketin gue."

Wulan memijat pelipisnya. "Gimana kalau sampe anak-anak tau?"

"Ya makanya lo jangan ember! Gue cerita karena gue percaya sama lo. Jangan cerita ke siapapun termasuk Haidar."

Wulan hanya mengangkat jempol sebagai tanda persetujuan. "Aman. Gue bakal kunci mulut rapat-rapat. Tapi..."

"Tapi apa?"

"Gue kira lo lagi deket sama Janu."

Ngomong-ngomong soal Janu, Mia jadi ingat lagi kebersamaan mereka hari itu. Pertama kalinya Mia merasakan debaran yang luar biasa, pertama kalinya Mia bisa merasa bebas ketika bersama dengan lawan jenis.

Biasanya dia akan selalu takut dengan reaksi papanya ketika dia dekat dengan seorang cowok, tapi kali ini cowok itu adalah Janu. Jadi tak ada yang perlu dia khawatirkan lagi.

"Ini juga yang pengen gue ceritain, Lan," kata Mia dengan nada lirih.

"Apa lagi? Kayaknya ada banyak banget yang nggak gue tau."

Sebelum menceritakan semua hal yang mengganjal di hatinya, seperti biasa dia harus memastikan kalau Wulan tak menceritakannya pada siapapun.

"Gue emang lagi deket juga sama Janu."

"LOH?!"

"Lo nggak bisa ya kalau kagetnya biasa aja? Budeg kuping gue." Mia mengusap telinga kanannya.

Attention ; WolfiebearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang