33. ziarah

12.2K 550 6
                                    

Jangan lupa vote + comment ya!
Happy reading!
.
.
.
.

Hari-hari telah berlalu, kenangan almarhum Arkana masih sangat membekas di hati teman-teman juga keluarganya. Namun mereka sudah mengikhlaskan kepergian Arkana agar tenang di sisi Tuhan.

Bian dan Agatha memutuskan untuk berziarah ke makam almarhum Arkana dan Lily. Sebelum berziarah, mereka menyempatkan diri untuk membeli buket bunga.

Sebelumnya, Bian sudah sering melihat Arkana berziarah ke makam almarhum Lily. Bian tahu betul bahwa Arkana masih sangat mencintai almarhum kekasihnya meski sudah tiada. Arkana masih setia mengunjungi makam Lily setiap minggu.

"Udah?" Tanya Bian ketika Agatha mulai memasuki mobil dengan membawa dua buket bunga.

"Udah." Jawab Agatha.

Bian menjawabnya dengan senyuman lalu langsung melajukan mobilnya meninggalkan toko bunga menuju tempat dimana almarhum Arkana dimakamkan.

Sesampainya di sana, mereka pun langsung menuruni mobil dan mulai berjalan menuju dimana Arkana dan Lily dimakamkan.

Agatha menaruh buket bunganya di atas makam Arkana lalu ia mengelus batu nisannya. "Lo sekarang udah ga ngerasain sakit lagi. Kita udah ikhlasin elo, lo yang tenang ya di sana..."

"...Lo sekarang pasti udah ketemu sama Lily, kan? Semoga di kehidupan selanjutnya, kalian bisa terus sama-sama lagi. Oh iya, orang tua lo udah baikan loh. Lo pasti seneng liat orang tua lo yang udah baikan dari atas sana."

Bian menggenggam tangan Agatha lembut dan langsung dibalas senyuman oleh Agatha.

Agatha menyenderkan kepalanya di bahu Bian. "Kita ga akan pernah lupain lo, Ar." Ucapnya tulus.

"Udah sore, kita pulang aja ya."

Agatha langsung mengangguki ucapan Bian. Mereka berdua pun beranjak dari sana.

°°°°

Jam kini menunjukkan pukul tujuh malam, terlihat Agatha tengah asik duduk sembari membaca sebuah novel bergenre romansa di sofa kamarnya.

Tok! Tok! Tok!

Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamarnya tersebut.

"Masuk aja." Ucap Agatha yang malas untuk beranjak.

Seperti dugaan Agatha, ternyata Bian lah yang mengetuk pintu kamarnya. Bian langsung menghampiri Agatha dan duduk di sebelahnya.

"Lagi baca apa?" Tanya Bian penasaran.

"Baca novel." Jawab Agatha tanpa menoleh.

Bian yang merasa dihiraukan langsung memeluk pinggang Agatha lalu menyandarkan kepalanya di bahu kekasihnya itu.

"Tumben ga kumpul sama temen-temen lo." Heran Agatha. Karena biasanya, jam enam saja Bian pasti sudah tidak ada di rumah dan pergi kumpul-kumpul bersama teman-temannya.

"Males." Jawab Bian.

"Bagus deh, jangan keseringan keluar malem." Saran Agatha yang dibalas anggukan kepala oleh Bian.

....

Beberapa menit pun berlalu, Bian merasa sangat bosan karena Agatha dicueki oleh Agatha yang tengah fokus membaca novel.

"Lo baca cerita apa sih? Kayaknya seru banget sampe nyuekin pacar." Sindir Bian.

Agatha langsung menoleh ke arah Bian yang terlihat tengah bersidekap dada menatap ke arahnya. Agatha langsung menaruh novelnya.

"Oke gue ceritain." Ucap Agatha excited. Namun bukan itu yang Bian inginkan.

Agatha mulai menceritakan novel yang ia baca. Dengan excited, Agatha menceritakan secara detail seluruh kejadian dalam novel tersebut.

Bukannya mendengarkan cerita Agatha, Bian malah terus menatap wajah excited Agatha sambil tersenyum dan enggan untuk berpaling.

"Bian lo dengerin ga sih?" Kesal Agatha.

"Huh? Dengerin kok."

Drrt! Drrt!

Ponsel Bian tiba-tiba berdering, ia pun langsung mengangkat panggilan telepon tersebut. Bian nampak kesal saat seseorang yang meneleponnya memberitahukan sesuatu.

"Oke, gue ke sana sekarang." Ucap Bian yang langsung memutuskan sambungan teleponnya.

Agatha terlihat kebingungan menatap Bian. Ia seperti memiliki banyak pertanyaan untuk Bian saat ini. Namun Bian terlihat buru-buru jadi dirinya mengurungkan niatnya untuk bertanya kepada Bian.

Bian langsung memasukkan ponsel ke dalam saku celananya. Bian mencium singkat pipi Agatha lalu beranjak dari duduknya. "Bye sayang."

Bian berjalan cepat keluar dari kamar Agatha.

"HEH MAU KEMANA MALEM-MALEM GINI?"

Tak ada sahutan dari Bian, Agatha semakin dibuat penasaran. Kemana Bian akan pergi malam-malam seperti ini?

°°°°

Bian melajukan motornya menuju markas setelah dirinya mendapat telepon dari Vino yang mengatakan bahwa dirinya dan teman-temannya diserbu oleh geng rival.

Bian langsung menuju tempat yang dikatakan oleh Vino. Ternyata tempatnya berada di sebuah jalan yang sepi pengendara. Seperti yang dikatakan oleh Vino, saat mereka tengah asik nongkrong di sana, Bagas berserta anggota gengnya langsung menyerbu mereka. Karena tidak semua anggota Alister ikut nongkrong, jadi mereka kalah jumlah dengan geng rival.

Sebelum menuju ke tempat kejadian, Bian sempat menelepon beberapa anggota Alister yang tidak ikut nongkrong. Setelah sampai di sana, terlihat anggota Alister lainnya sudah mulai berdatangan.

Kini sepertinya geng rival lah yang kalah jumlah, namun mereka tidak menyerah begitu saja. Bian langsung menuruni motornya dan langsung turun tangan ikut berkelahi.

Bian mulai menghajar anggota geng rival dan kini ia dihadapkan kembali dengan Bagas, sang ketua geng. Tanpa ba-bi-bu lagi, Bian langsung menghajar Bagas.

Dengan liciknya Bagas mengeluarkan pisau dari sakunya dan berniat melukai Bian. Namun Bian berusaha menghindar dan berusaha merebut pisau milik Bagas.

Karena lengah, Bagas berhasil melukai lengan Bian sebelah kiri. Namun itu tidak membuat Bian tumbang dan menyerah. Bian masih tetap berusaha melawan.

Ni..! Nu...! Ni...! Nu...! 

Tiba-tiba mereka mendengar suara sirine polisi, sepertinya ada polisi yang mendekat ke arah mereka. Karena tak ingin tertangkap, mereka semua langsung mengambil motor masing-masing dan langsung beranjak dari sana.

Anggota Alister langsung memutuskan untuk pergi ke markas mereka.

Sesampainya di markas, semua anggota Alister langsung mendudukkan diri mereka karena merasa lelah setelah berkelahi.

"Maunya mereka apaan sih? Ga habis-habisnya nyari gara-gara sama kita." Kesal Vino.

"Kali ini apa lagi sih masalahnya?" Heran Bara.

"Ga ada anjing! Mereka kaya cuma gabut aja." Kesal Vino.

"Eh! Tangan lo kok berdarah gitu njir?" Kaget Vino yang baru menyadari jika tangan Bian mengeluarkan darah.

"Tadi si Bagas bawa pisau." Jawab Bian santai.

"Bangsat emang tu bajingan." Kesal Vino.

Bian kini  bangkit dari duduknya dan berniat untuk langsung pulang karena sudah malam.

"Mau kemana lo?" Tanya Bara.

"Pulang." Jawab Bian singkat.

Tbc...

Inget, tombol bintangnya ditekan☝️


ABIAN  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang