CHAPTER: 26

44.4K 3.2K 166
                                    

BERAPA LAMA AKU GAK UPDATE???

SORRY FOR THAT GUYS!!

Akhir-akhir ini aku ada job penting di lapak sebelah. Cerita DANTE sedang tahap revisi dan akan segera DI BUKUKAN!! Lalu aku juga ada UJIKOM di sekolah dan akan UJIAN AKHIR. Setelah itu aku lulus (doai ehehehe).

Buat cerita PRINCESS-NYA SHAKA. Gak akan hiatus kok! TETEP LANJUT SAMPAI END!!

Don't forget to follow and comment!!!💀💀

•••••

CHAPTER 26: Perasaan yang Semakin Dalam.

•••••

Viena mencekram kuat perutnya yang tertutupi Hoodie hitam Shaka. Raut wajahnya berubah meringis semenjak beberapa menit yang lalu. Viena terus terisak lirih karena rasa sakitnya. Perutnya seperti tertusuk ribuan duri tajam, begitu cepat hingga rasa mengejutkan dari rasa sakitnya membuat Viena tak tahan.

Beberapa saat lalu Shaka keluar dari apartemen, meninggalkan Viena sendiri dalam keadaan hujan turun dan petir menyambar keras.

Rasanya campur aduk. Viena ketakutan karena banyak hal. Di satu sisi Viena khawatir dengan cowok itu, di sisi lain perutnya semakin menjadi. Dan petir pun tidak mau berhenti menyambar.

Shaka sempat bilang akan kembali cepat. Entah apa keperluannya intinya Viena butuh cowok itu.

"Na, gue bawa sate ayam depan apartemen. Cuacanya hujan dan dingin perut lo gak boleh kosong. Ayo keluar."

Suara Shaka terdengar. Viena menghela nafas lega. "Shaka perutnya sakit lagi..."

Shaka yang masih berada di luar sontak meletakkan bungkus sate di meja lalu bergerak cepat menghampiri kamar dimana Viena berada. Gadis itu tampak terduduk dengan kaki menekuk membentuk huruf 'W'. Perutnya terus gadis itu remas sampai Shaka hampiri dan beralih memegang perut Viena lembut.

Namun kali ini, tidak ada raut panik. Shaka tampak terdiam sejenak kemudian bangkit. "Tunggu, gue siapin air anget dulu."

Viena mengangguk.

Beberapa menit berlalu. Shaka kembali memasuki kamar dengan sebotol air. Dahi Viena sempat berkerut, lalu terpaku begitu Shaka menyibak bajunya hingga sebatas atas perut. Shaka meletakkan botol itu di sana, lalu menahannya dengan tangan.

Dan seketika perut Viena terasa hangat.

Gadis itu menatap Shaka. "Shaka temenin aku bobo..." rengeknya manja. Tanpa diduga kepalanya mendusel ke dada Shaka dengan kedua tangan melingkar sempurna. "Kalau perutnya sakit gak bisa bobo..."

Shaka menghela nafas panjang. "Oke. Sini tiduran."

Viena tersenyum lebar. "Makasih. Shaka emang baik banget. Aku sampai kagum hehehe." Dengan semangat gadis itu berbaring di atas kasur sedangkan Shaka duduk di pinggir sembari menahan botol di perutnya.

"Shaka, maafin aku ya atas sikap aku tadi pagi... Shaka kesel kan?"

"Tuh tahu."

"Aku tuh cuma takut ngerepotin Shaka lagi. Ditambah Shaka yang mungkin marah gara-gara masalah aku yang gak jujur soal latar belakang aku sebenarnya..."

"Gue tetep gak suka lo cuekin gue."

"Shaka masih marah yaa??"

"Enggak." Shaka mengusap kepala Viena lembut. "Gak usah dipikirin lagi, lo bobo aja."

My Little Girl [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang