Chapter 10~𝙰 𝚂𝚎𝚌𝚛𝚎𝚝.

156 28 3
                                    

Seorang petugas wanita menghampiriku yang sudah duduk di halte bis selama 2 jam. Aku menunggu Ibu.

Saat itu umurku 6 tahun. Ibuku baru saja menjemputku dari SD dan menyuruhku menunggu sebentar di halte bus yang berada di depan sebuah panti asuhan.

Aku hanya menurut saja dan membiarkan Ibu mengelus kepalaku dengan senyum tipisnya. Lalu pergi. Ada seorang petugas wanita yang sedang berjaga di sebrang jalan. Dia menjalankan tugasnya sambil sesekali melihat ke arahku.

Aku mengeluarkan video game berwarna kuning hitam di satu setengah jam setelah Ibu pergi. Wanita itu masih setia sesekali melihatku. Namun Ibu tak juga datang setelah setengah jam kemudian, jadi sekarang wanita itu menghampiriku.

"Halo, Nak." Sapanya sambil berlutut di hadapanku.
"Mhn." Aku hanya dapat merespon pendek.
"Mana Ibu mu, sayang?"

Aku hanya diam. Bagaimanapun, saat itu aku hanya bocah penyakitan yang sedang duduk menunggu Ibunya di halte bus. Aku tidak bisa menjawab sembarangan dengan kegagapanku.

"Kamu tidak tau?"
Aku menggeleng.
"Kamu ingat alamat rumahmu?"
Kali ini mengangguk.

Wanita itu tersenyum, kemudian meminta aku menuliskannya di kertas. Dia mengajak aku pulang. Dia yang mengantarku juga.

Selama di jalan, wanita itu berbicara banyak hal. Namun dari sekian banyaknya hal yang dibicarakannya, semuanya berujung ke Undang Undang.

Mungkin karna dia seorang Polisi.

"Nak, kamu tidak berbicara sepanjang jalan. Ada apa?" Tanyanya akhirnya.
Aku menunduk, lalu melepaskan tangan mungil ku dari tangannya. Mengambil kertas dan pensil.

Aku gagap, tolong terus bicara.

Wanita itu menatapku tanpa arti, tersenyum beberapa detik kemudian. Mengangguk. Aku juga mencoba tersenyum, tapi itu sangat sulit dilakukan, jadi hanya sebisanya.

Dia kemudian terus berbicara tentang masa TKnya saat seumuran denganku. Luza, nama yang tertulis di nametagnya.

Tidak ada nama belakang, hanya satu kata. Luza. Itu nama yang aneh, tapi cukup unik. Aku kembali memperhatikan jalan, lalu sedikit meloncat kecil.

Wanita itu berhenti ketika aku juga berhenti. Aku menunjuk salah satu rumah yang terjejer di antara rumah lainnya.

"Itu rumahmu?" Katanya. Aku mengangguk dengan pelan, kemudian wanita itu kembali menggandengku mendekat ke rumah.

Sampai di halaman depan, wanita itu menyuruhku berhenti dulu. Dia maju, hendak mengetuk. Tapi sebelum ketukan itu dapat dilakukannya, pintu berdegum keras. Seperti terkena lemparan barang. Atau bahkan manusia.

Aku mundur beberapa langkah. Tau apa yang terjadi. Wanita itu melihat ke arahku, lalu wajahnya menjadi khawatir.

"Permisi!" Teriaknya. 2 menit, Ibuku muncul.

Ibu mendapat memar di sekitar wajahnya. Aku tau persis siapa yang melakukannya.
Bersamaan dengan Polisi wanita yang menanyakan keadaannya, Ibu menatap pias ke arahku.

"Bu, Bu, tolong jaga dia sampai aku menjemputnya. Kembali ke halte tadi, saja. Tolong temani dia!" Kemudian Ibu menutup pintu dengan keras.

𝙸𝚖𝚘𝚘𝚐𝚒 𝐁𝐚𝐤𝐞𝐫𝐲

"Itu bukan pengalaman menyenangkan. Aku terkesan kamu mengingatnya." Yu-wan membuka oven, memasukkan sekian adonan ke dalamnya.

"Ya, itu yang menjengkelkan. Kenangan yang indah di biasanya diingat samar samar, namun kenangan menyakitkan biasanya teringat jelas."

𝐈𝐦𝐨𝐨𝐠𝐢 𝔹𝕒𝕜𝕖𝕣𝕪 // 𝙱𝚘𝚋𝚘𝚒𝚋𝚘𝚢 -𝚁𝚎𝚟𝚎𝚛𝚜𝚎 // ᴹᵞᵀᴴᴼᴸᴼᴳᵞ ᴬᵁTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang