Pecahan 14~ 𝙵𝚘𝚛 𝚈𝚘𝚞𝚛𝚜𝚎𝚕𝚏.

115 21 4
                                    

Tak ada.

Tak ada lagi tempatku "pulang" sekarang. Aku tak punya sama sekali. Aku tidak sedang membuat kiasan kali ini.

Aku meneguk ludah, mengusap wajahku, barangkali aku hanya berhalusinasi. Sayangnya, tidak.

Hampir seluruh tetangga membantu memadamkan api yang membakar seluruh rumahku. Aku berpikir apa Ayah, Sara, dan Pengasuh Kim ada di dalam. Tapi aku rasa tidak.

Karna nyatanya, aku ada di kantor polisi sekarang, karna Pengasuh Kim.

"KAU SENTUH ANAKKU, LALU SEKARANG KAU BAKAR RUMAH KITA!?"

Aku terkejut dalam batin. Rumah kita? Sejak kapan rumah itu menjadi milikmu? Oh oh, maaf, biar ku ganti kalimatnya. Maafkan aku.

Sejak kapan rumah itu menjadi milikku?

"Min-ji, pasti bukan dia, kau dengar dulu alasannya."
"UNTUK APA? DIA JELAS BERADA DI TENGAH TENGAH TETANGGA YANG RINGAN TANGAN MEMBANTU MEMADAMKAN APINYA. TAPI APA YANG DILAKUKANNYA DI SANA? HANYA DIAM BAK BATU KERIKIL MURAHAN YANG ADA DI JALAN."

TAK.

Polisi di depan kami menengahi.

"Bu, tolong tenang, kami akan menginvestigasi kasus ini dan kasus anak Anda yang lalu. Mohon jangan buat keributan."

Pengasuh Kim mendengus kencang, semakin menyembunyikan Sara ke balik punggungnya. Aku menatap polisi itu biasa saja. Tapi dia menatapku lebih santai, seakan dia tau aku tidak salah.

"Bu, tolong duduk di sana. Beri kami ruang." Pengasuh Kim, Ayah, dan Sara beranjak.

"Halo, Dik. Boboiboy Park, benar?" Polisi itu bertanya, hanya aku jawab anggukan.

"Saya mau kamu menjawab sejujur jujurnya, karna ini terkait hukum, dan keadilan. Saya harapkan kerja samanya." Aku mengangguk lagi.

"Baik,"

"Benar kamu menyulut kebakarannya?"

Aku diam sebentar. Berhitung tentang segala situasi. Jika aku membenarkannya, maka aku bisa ditahan di sini semalaman tanpa alasan, dan kalau akhirnya ketahuan bukan aku, maka alasanku membenarkan tuduhan itu bisa saja jadi kontroversial.

Namun jika aku menggeleng, Polisi ini bisa saja mendalami kasus ini lebih lanjut.

Tapi aku baru 13 tahun, hukum apa yang memenjarakan anak 13 tahun? Seingatku, batas umur termuda adalah 14 tahun, dan ulang tahunku masih jauh (sepertinya).

"Bapak meminta saya bicara jujur, namun jika saya jujur, apa Bapak percaya?" Polisi itu diam, mengangguk kemudian.

"Saya tidak percaya dengan anggukan itu, Pak. Tapi seperti mau Bapak, saya akan jujur. Saya tidak menyulut kebakaran itu." Kataku mantap.

Aku akhirnya berani menyenderkan punggung di sandaran kursi.

"Kamu tidak sedang berbohong?"

"Pak, sebenarnya atas dasar apa Bapak menanyai saya? Toh, saya masih 13 tahun, hanya bisa dijatuhi tindakan. Saya sudah jujur, tapi Bapak juga tidak percaya. Lalu saya harus apa?"

Jalan yang terpikirkan olehku hanyalah mendebat Polisi ini selogis mungkin. Aku tak mau di sini lebih lama, kepala belakangku merasakan angin dingin yang kuat. Aku yakin Pengasuh Kim sedang mengutukku dari belakang sana.

Sementara Polisi itu diam, aku menatapnya lamat lamat.

"Apa kamu sadar apa yang sedang kamu katakan?" Tanyanya kemudian.
"Jika saya tidak sadar, maka saya bisa bicara lebih melantur lagi."
"Kamu bisa masuk penjara jika mendebat Polisi yang mengintrogasimu, nak."
"Hukum mana yang mendasarinya, Pak? Jelaskan pada saya."

Polisi itu menghela napas. Aku sudah biasa melihat tabiat Reverse, yang aku lakukan, hanya mengadopsi tabiat itu, menggunakannya dengan caraku.

Polisi itu menghela napas sekali lagi, kali ini terdengar suara hah yang cukup panjang. Aku melirik jam di pergelangannya. Sudah beranjak petang.

"Kenapa kamu ada di tempat kebakaran?"
"Karna itu rumahku. Apa ada alasan lain?"
Polisi itu mengangguk mengerti.

"Kenapa kamu tidak membantu memadamkan api?"
"Apa aku terlihat seperti truk damkar, Pak?"

Dalam batin aku cukup tertekan berusaha menjadi Reverse yang selenge'an. Aku hidup dalam area lempeng yang tak punya banyak kejadian menggemparkan, selain karna faktor penyakit, memang tidak ada kejadian wah yang perlu reaksi berlebih, jadi karna aku tak terbiasa, reaksiku hanya bisa mematung.

Itu alasan logis. Namun karna penyakitku hilang entah bagaimana, Polisi ini tak tau apapun. Aku bahkan belum bicara pada Ayah ataupun Pengasuh Kim dan Sara. Mereka juga tak tau tentang penyakitku yang hilang. Aku tak berniat membantah bentakan Pengasuh Kim padaku, aku diam saja.

Menghitung situasi.

"Baik, cukup. Terimakasih." Polisi itu berdiri, kemudian aku juga berdiri. Disusul lagi oleh Pengasuh Kim dan Ayah. Sara masih duduk.

Dia menatap lekat lantai, entahlah, aku rasa ada sesuatu di pikirannya. Sekarang aku memikirkan siapa yang begitu tak suka pada kami hingga membakar rumah itu.

Atau setidaknya, siapa yang begitu tidak menyukai salah satu dari kami? Pikiranku mulai ke mana mana saat Pengasuh Kim berdebat dengan Polisi kenapa aku tidak ditahan.

"Apa ada tersangka untuk kasus baru ini, Pak?" Suaraku akhirnya keluar. Ayah menatapku dengan mata siap keluar dari kelopaknya. Begitu juga Pengasuh Kim, namun tidak dengan Sara. Dia masih menatap lantai.

Ayah kemudian memegang pipiku.

"Kamu berbicara lancar...?" Tanyanya. Aku menepikan tangan Ayah, menatap langsung ke mata Polisi. Polisi itu menggeleng.

"Pers-tan dengan tersangka. Suamiku dan Putriku harus tidur di mana sekarang, hah?"

Aku mendengar dengan jelas bahwa tak ada aku di antara kalimat Pengasuh Kim. Jadi aku menyeringai tipis. Kalau begitu, aku bebas ke manapun kan?

"Ada apartemen tidak jauh dari sini. Tempatnya nyaman, dan harga sewanya terjangkau. Kalian bisa tinggal di sana sementara kami menangani kasus ini." Polisi itu tersenyum meyakinkan.

"Baiklah, aku permisi." Aku melenggang keluar kemudian. Sekarang yang perlu di pikirkan adalah;

Aku tak punya ponsel, uangku hanya cukup untuk beberapa minggu, dan aku tidak punya atap bernaung. Namun aku tak menyesali keputusanku pergi dari toko itu. Setidaknya aku tak lagi merepotkan mereka.

Bug, kepala belakangku terpukul dengan keras. Itu bukanlah tangan Ayah, jadi pastilah itu Pengasuh Kim.

Tanpa menengok kebelakang ataupun berhenti, aku memasukkan tanganku ke saku celana. Menghangatkan keduanya dari angin yang berhembus.

Bugh. Tak ada rasa rasa telapak tangan, maka pastilah itu batu. Cairan merembes dari titik asal suara bugh tadi. Aku menahan napas, berjalan lebih cepat. Di persimpangan, aku mengambil arah berbeda dengan mereka. Kembali memisah diri.

"Boboiboy!" Aku berhenti. Ayah segera menyusulku, memegang bahuku dari belakang sebelum tangannya kembali ku tepis. Kemudian, dia berdiri di depanku, menyodorkan ponselku.

"Jika tidak buat Ayah, atau Ibu, ataupun Ibu barumu, jadilah berguna untuk dirimu sendiri. Jangan menjadi beban." Langkah kaki tergesa gesa terdengar kemudian.

Aku menyeringai lagi, memasukkan ponsel ke saku, berlari juga sebelum hujan turun dari awan mendung yang kelabu.

𝐈𝐦𝐨𝐨𝐠𝐢 𝔹𝕒𝕜𝕖𝕣𝕪 // 𝙱𝚘𝚋𝚘𝚒𝚋𝚘𝚢 -𝚁𝚎𝚟𝚎𝚛𝚜𝚎 // ᴹᵞᵀᴴᴼᴸᴼᴳᵞ ᴬᵁTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang