Pecahan 19~𝚃𝚑𝚎 𝙱𝚘𝚢 𝙸 𝙻𝚘𝚘𝚔𝚒𝚗𝚐 𝙵𝚘𝚛.

130 24 1
                                    

"Tapi ini bukan fantasi !" Satu tamparan begitu saja sampai di pipi White. Tubuh White menegang seiring deru napas Adheesa terdengar memacu.

"Kamu harus bisa membedakan FANTASI KONYOLMU DARI DUNIA NYATA, WHITE. HARUS." Tekan Adheesa kemudian. Beberapa menit lengang, Adheesa menghela napas sebelum memegang bahu White. Menatapnya lekat.

"Maaf, aku berteriak. Tapi itu cukup. Fantasi tidak untuk semua orang. Pun, fantasi bukan untuk dunia nyata. Jangan terlalu tinggi berekspetasi, White. Ketika kamu jatuh dari puncak ekspetasi itu, maka luka yang kau toreh mungkin lebih dalam dari sebilah pisau yang menembus tubuh. Jernihkan pikiran, White." Adheesa keluar.

Sementara White terduduk, Liu menahan napas melihat anak asuhnya diperlakukan seperti itu.

Liu pergi dari balik pintu 5 menit kemudian, tak lama, White meninggalkan ruangan itu.
Kakinya membawanya menuju pinggiran awan. Lihatlah, manusia sedang mengurus kesibukannya masing masing di bawah sana. Remaja "seumuran" White tertawa bersama tanpa ada beban yang terlihat.

Beberapa orang tua menggendong anaknya, Bapak Bapak yang sibuk dengan ponsel dan dokumen, Ibu Ibu yang sedang melihat catatan belanja, dan sebagainya. Meski dengan tingkah absurd yang kadang membawa sial, manusia dengan ringannya mengesampingkan betapa berat sebenarnya beban yang dibawa. Tetap tersenyum dan tertawa atas itu.

"Apa yang kamu lihat, White?" White menengok, sedikit mendongak agar bisa menatap wajah Butler Yu.

"Tidak..." White menjawab kemudian. Butler Yu duduk di samping White. Ikut menatap ke bawah.

Diam sejenak,

"Manusia itu hebat, White.... Di antara mereka ada yang mempunyai masa lalu kelam, untuk kemudian di antara yang lain ada yang mempunyai masa lalu bagai emas. Manusia berjalan ke sana ke mari dalam satu hari, lalu kemudian merasa lelah.

Kau lihat ke arah kanan sana. Di stasiun kereta itu. Mereka semua keluar lalu rombongan lain masuk. Apa yang mereka cari ? Bahkan masinisnya tak tau. Manusia punya dua kubu jika kita melihatnya dari suatu sudut pandang.

Yang satu, yang kuat hidup tanpa jati diri, dan yang satu lagi, bisa saja seluruh hidupnya hanya mencari jati diri. Mereka punya kelebihan dan kekurangan masing masing.

Lalu satu kubu yang langka, yang tak semua orang bisa masuk ke dalamnya. Kubu yang kamu, seorang White, dengan mudah masuki. Mereka yang senang berfantasi."

White menengok ke arah Butler Yu, tiba tiba tertarik dengan topiknya.

"Tegakkan postur mu, White. Jangan membungkuk."

White mengangguk.

"Apa yang kamu katakan pada Adheesa beberapa waktu lalu?"
"Aku hanya mengatakan jika kita bisa mempercayai manusia. Berteman dengan mereka..."

Butler Yu diam sejenak. Ini rumit, Adheesa paling sentimental dengan topik yang berhubungan manusia.

"Apa yang kamu bayangkan sebelumnya?"
"Aku hanya berpikir jika tidak semua manusia seburuk itu. Maksudku, mungkin masih ada di antara mereka yang dapat diharapkan. Tidak memburu kita, ingin berteman. Berpikir jika pasti salah satu dari mereka dapat bertemu kita, berteman, menjadi sahabat, tanpa perlu tumpah darah.

Sampai kapan kita para Naga hanya dapat bersembunyi dari manusia. Aku tidak bermaksud mengulang sejarah saat Naga habis habisan diburu manusia, aku yakin aku bisa menemukan manusia yang tepat. Manusia yang tidak egois. Seseorang yang punya begitu banyak mimpi. Begitu banyak fantasi. Menatap ke langit, merenung. Berkata pada diri sendiri 'Bagaimana kalau...' hingga hidupnya dipenuhi warna fantasi."

𝐈𝐦𝐨𝐨𝐠𝐢 𝔹𝕒𝕜𝕖𝕣𝕪 // 𝙱𝚘𝚋𝚘𝚒𝚋𝚘𝚢 -𝚁𝚎𝚟𝚎𝚛𝚜𝚎 // ᴹᵞᵀᴴᴼᴸᴼᴳᵞ ᴬᵁTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang