Pecahan 8~𝙻𝚘𝚗𝚎𝚕𝚢 𝙱𝚘𝚒.

184 26 7
                                    

   "Semua orang punya suatu hal, yang selalu ada di mana kita berada. Dia tidak jahat, juga tidak baik. Dia hanya diam. Memperhatikan mu. Dari dekat, maupun jauh. Dari samping, maupun depan atau belakang. Dia hanya memperhatikan mu dengan takzim. Tidak bisa disebut 'seseorang'. Tak juga bisa disebut sesosok.

      Yang dilakukannya hanya mengamati. Namun sesekali mengikuti. Cara bernapas. Cara berjalan. Cara melihat. Cara berpikir. Cara berpakaian.

Kamu, aku, kita. Memiliki dia.

    Kamu bisa merinding karna dia. Tapi kamu juga bisa merasa nyaman karna dia. Kamu bisa merasa diperhatikan olehnya, tapi kamu tak akan bisa tau di mana dia.

     Dia bukan iblis, malaikat, hantu, jin, dan apapun. Dia, hanya dia.

    Aku, kamu, kita, tak pernah mengenalnya. Dia juga tak mengenal mu, dia hanya dia. Mengikuti. Memperhatikan. Tak pernah ada maksud apapun. Tak. Pernah."

    Aku mendengarkan Reverse berceloteh sambil menatap kosong lagi keluar. Dia sudah berdiri di balik pintu toko selama 5 jam dan masih tidak berniat pergi dari sana.

     Pandangannya takzim menuju ke depan. Memperhatikan semua orang dalam diam. Mengatur ulang sisi pikirannya yang terkadang liar.

     Aku sudah di sini selama seminggu. Aku bisa melihat perubahan signifikan padanya selama 3 hari terakhir. Dia banyak diam, melamun, dan semakin sering berdiri di balik pintu.

Meracau.

   "Apa dia baik?" Aku membuka oven, bertanya pada Yu-wan.

   "Biarkan saja. Pasti ada sesuatu yang akan terjadi. Jangan di ambil pusing." Jawabnya enteng. Itu petunjuk yang cukup jelas. Dia mengatakan akan ada sesuatu yang terjadi.

    "Bencana." Gumamku yang masih terdengar.
"Bencana? Apa? Apa kamu melihat berita?" Yu-wan bertanya ramah.

"Maksudmu ada bencana yang akan terjadi?"

   Yu-wan terdiam. Aku bisa melihat sekilas dia yang berbalik demi menatap aku kaget. Aku tidak langsung berbalik, masih menata kue yang mau dipajang.

     Aroma yang pekat, menggugah selera. Tapi aku tidak yakin apa aku mau makan hati seorang mayat yang dicampur terigu dan bahan kue jahe.

    "Sepertinya kamu terlalu teliti untuk dialihkan perhatiannya." Katanya lagi. Aku hanya terkikik kecil. Tidak berniat menanggapi lebih.

   "Bagaimana soal wajahmu itu, heh? Apa harus dilatih sekeras itu?"

    Aku diam sebentar untuk menyusun kalimat yang menjawab semua pertanyaan yang mungkin datang.

   "Mungkin aku perlu senam wajah." Lalu Yu-wan terkekeh mendengar jawabanku. Tapi itu efektif, dia tidak bertanya lagi soal rautku.

"Berapa lama kamu mau di sini?"

     Aku terdiam lagi. Itu pertanyaan yang agak menusuk untukku. Aku tau dia tidak berniat sarkastik, dan hanya bertanya karna iseng. Tapi entahlah, aku sudah kerasan di sini.

      Ibarat aku sudah terlalu jauh terbang menembus awan dan lupa cara turun ke tanah. Hanya menunggu gravitasi menarikku kembali ke tanah.

Benar, menunggu.

   "Oh, jangan tersinggung. Aku tidak bermaksud mengusirmu, aku hanya bertanya! Aku takut keluarga mu mencari." Dia buru buru membenarkan maksudnya.

    Kini aku berbalik, menatap sandalnya. Sama seperti menatap sandal Pengasuh Kim, menunduk.

𝐈𝐦𝐨𝐨𝐠𝐢 𝔹𝕒𝕜𝕖𝕣𝕪 // 𝙱𝚘𝚋𝚘𝚒𝚋𝚘𝚢 -𝚁𝚎𝚟𝚎𝚛𝚜𝚎 // ᴹᵞᵀᴴᴼᴸᴼᴳᵞ ᴬᵁTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang