Chapter 30~sᴍɪʟᴇ.

97 23 2
                                    

Terkadang aku bingung dengan orang orang. Mereka selalu berharap orang lain mengerti mereka di saat mereka sendiri tak mau mengerti orang lain.

Beberapa orang selalu begitu. Mereka akan beralih menjadi korban ketika mereka sebenarnya pelaku. Dan yang sebenarnya korban dengan terpaksa harus bermain di panggung kehidupan sebagai pelaku. 

Itulah yang aku lihat dari seorang Reverse. Dan Fang. Aku tidak begitu tahu. Namun, orang orang bilang bahwa yang paling banyak tertawalah yang biasanya menderita.

Itu bisa jadi benar, ataupun salah. Karna memang dari awal tidak benar. Jika diperjelas, maka jadinya begini seharusnya:

Yang paling jarang mengeluh tentang hidup, merekalah yang biasanya paling banyak menderita.

Itu adalah pemikiranku. Jika sebatas tertawa saja, semuanya juga bisa.

Namun tidak mengeluh soal hidup? Bisakah manusia melakukannya? Aku mempertanyakan itu.

Fang dan Reverse adalah sosok yang berbeda dengan tipikal yang mirip. Mereka memperhatikan orang sekitar dan berpikir ke depan apakah yang akan mereka lakukan akan melibatkan orang lain.

Terkadang aku merasa orang dengan tipikal begitu sangat naif, apalagi dengan lingkungan yang dipenuhi kekerasan dan sikap keras dari Ayah. Aku hampir tak percaya bahwa manusia bisa peduli pada orang lain.

Omong omong soal itu, sudah lama aku tak bercerita soal Pengasuh Kim. Namun sepertinya tidak perlu buru buru. Kita hampir sampai pada bab klimaks.

Jadi aku baru pulang dari sekolah ketika aku hampir terkena serangan jantung karna melihat wajah datar Reverse di jendela kaca toko.

Aku terloncat kecil, menahan napasku sesaat karna benar benar tak melihatnya di sana.

Begitu aku masuk, aku baru mengerti bahwa kebiasaannya selama di Korea ternyata tak ditinggal olehnya di sana.

Dia menatap keluar jendela dalam diam. Menatap takzim orang yang berlalu lalang. Toko sepi hari ini. Tak perlu banyak repot repot.

Aku menghampiri Yu-wan setelah meletakkan tas di tempat di bawah konter yang kosong.

Segera, aku mencuci tangan setelah menggulung lengan kemejaku hingga siku. Yu-wan sedang membuat cookies coklat, 3 loyang sudah tertata oleh adonan, aku tinggal menambahkan coklatnya sebentar.

"Apa ada yang terjadi hari ini di sekolah?" Yu-wan menanyaiku ketika kami berpapasan di wastafel.

"Tidak. Biasa saja." Kataku. Dia mengangguk bersamaan dengan senyumnya yang kian merekah dari ujung ke ujung. Aku berpikir apa senyumnya bisa menyentuh telinga.

Oh, benar.

Aku teringat seorang anak yang seumur denganku di Korea. Namanya Blaze. Nasibnya tak begitu jauh berbeda denganku. Manis, dia terlihat ceria. Andai aku bisa seceria dia yang hidupnya lebih parah dariku.

"Coba lihat apa Reverse masih di depan kaca?" Aku mengangguk pada Yu-wan dan memeriksa Reverse sambil mengelap tanganku yang basah.

Dia masih di sana.

...

Sebenarnya ada sesuatu yang ku sadari. Dari sisi manapun, dia begitu ceria dan tipe orang yang peduli. Namun di saat yang sama, dari belakang, sosoknya seperti orang yang kesepian.

Bahunya tegap, namun bukan karena tak ada beban yang ditanggungnya. Melainkan karena begitu terbiasanya dia oleh beribu ribu beban yang seharusnya ditanggung oleh pengguna situs toko namun dioper padanya atas alasan tanggung jawab produser.

Tangannya saling menyilang di punggungnya seperti sikap istirahat dalam upacara di negara ini. Kakinya kokoh walau dia sudah berdiri di sana selama 5 jam (Yu-wan yang bilang padaku.)

Namun dengan segala karisma dan kokohnya dia, bagaimanapun, sosoknya terlihat seperti siluet yang kesepian.

Ini bukanlah kalimat yang melebih lebihkan sebuah karakter utama dalam sebuah cerita online atau novel. Memang nyatanya begitu. Dia...

Dia terlalu hidup untuk sebuah karakter dalam suatu cerita. Dialah cerita itu, yang perlu waktu begitu lama untuk dimengerti oleh pembaca. Sosoknya begitu rumit dalam kesederhanaan jiwa raganya.

Itu Reverse.

Dia, entah bagaimana, terasa begitu familiar untukku.

⚀⚁⚂

"Sesekali aneh rasanya melihat pantulan diri sendiri di kaca. Seperti yang kulihat bukan diriku meski jelas jelas wajahku yang ada di sana." Aku mengambil wagyu yang Yu-wan potong tipis.

"Ya kalau begitu jangan berkaca." Reverse menjawab kalimatku sambil terus memakan onigiri asal asalan yang dibuatnya sendiri. Berantakan. Rumput lautnya pun robek robek.

"Kamu apa, sih, Rev." Yu-wan ikut berkomentar sambil tertawa kecil.

Aku diam lagi. Aku tau Reverse tak bermaksud gimana gimana, bukannya aku tersinggung dengan komentarnya, hanya aku tak tau mau membahas apa. Apalagi dengan riwayat sosialku yang jelek.

"Eh? Diam? Marah ya? Maaf, deh." Reverse menyatukan tangannya lalu menggosoknya seperti lalat dengan cepat.

"Tidak marah. Hanya tengah berpikir." Aku menjawab.

Reverse kemudian kembali mengambil onigiri yang dibuatnya sambil bersiap siap berkomentar lagi.

"Hmmmmm, itu wajar saja. Aku juga sesekali begitu. Rasanya berbeda."

"Entahlah. Mungkin berbeda. Aku benar benar merasa itu bukan aku. Auranya terlalu ceria untukku."

Aku tak begitu memperhatikan mereka sampai aku tak sadar raut mereka berubah. Mungkin aku terlalu fokus mengunyah.

Diam kembali mengisi ruang kosong di antara kami bertiga. Aku masih tidak menyadari bahwa kalimatku membuat mereka berdua menjadi sedikit...

Bagaimana, ya? aneh.

"Ehhh, bagaimana dengan sekolahmu? Apa baik?" Yu-wan berbicara.

"Iya. Biasa. Senang senang saja."

"Masa, sih? Kamu tidak pernah tersenyum meski kamu mengatakan senang."

Kali ini Yu-wan mengambil perhatianku.

Benar juga. Aku sudah bertekad menjadi sosok yang berbeda.

"Benar. Kamu harus banyak tersenyum. Cerialah!" Reverse kali ini menyodorkan sepotong wagyu tepat di depan wajahku. Jika aku tak menarik kepala ke belakang, mungkin wagyu itu sidah tersumpal di mulutku.

Aku menatap wagyu yang diapit oleh sumpit itu. Hangat...

Aku tersenyum kecil seiring sebuah helaan napas keluar dari hidungku dan kepalaku semakin tertunduk ke bawah.

"Iya. Terimakasih." Kataku pelan sambil memakan wagyu yang masih panas itu.

Mereka terpaku di tempat. Seakan sedang melihat sosok yang belum pernah mereka temui sebelumnya.

Padahal aku hanya tersenyum kecil. Mereka sekaget itu. Bagaimana jika aku tertawa seperti ketika Reverse dan Fang tengah bercanda.

𝐈𝐦𝐨𝐨𝐠𝐢 𝔹𝕒𝕜𝕖𝕣𝕪 // 𝙱𝚘𝚋𝚘𝚒𝚋𝚘𝚢 -𝚁𝚎𝚟𝚎𝚛𝚜𝚎 // ᴹᵞᵀᴴᴼᴸᴼᴳᵞ ᴬᵁTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang