Ini hari senin, dan setahuku hari ini adalah hari terburuk bagi seluruh pelajar. Entahlah, aku tidak tau apa yang salah dari hari senin. Bukankah jika tidak ada senin, maka tidak ada minggu?
Ini aneh, kan?
Entah deh.Ini bukan hari pertamaku di kelas, tapi aku masih bisa merasakan aura canggung antara aku dan teman temanku. Sebagai murid termuda di kelas, di SMA malah, aku masih perlu banyak waktu hingga bisa berbaur benar dengan mereka.
Setiap aku membuka pintu kelas, masuk, setiap mata pasti memandangku. Ada yang hanya melihat saja, ada yang memandang rendah, ada juga yang menatap tanpa arti. Intinya semua mata memandangku, dan aku tidak suka itu. Aku tidak suka mencolok...
Aku ingin menunduk agar tak dilihat mereka, namun itu akan membuatku terlihat lemah. Jadi setiap pagi, aku harus memasang masker di wajah sebelum berangkat sekolah, agar mereka tak terlalu melihat wajah gugupku. Tapi hey, lihatlah, Fang melambai dari bangku di belakang. Bangku di sebelahku.
"Boy, masuk lo? Kirain gue mau bolos karna nyiapin pembukaan toko. Hehe." Aku membuka masker, tersenyum sekilas, lalu duduk.
Selama aku di sini, aku meminimalisir tersenyum, padahal aku sudah berniat menjadi sosok yang berbeda.
Tidak mudah beralih dari seorang introvert menjadi extrovert. Jadi sekarang posisiku ada di antara keduanya. Omnivert.
Beberapa orang berhenti menatapku saat aku duduk, namun selebihnya tetap memperhatikan gerak gerikku.
"Udah, cuy. Lo ngeliat anak orang sampe orangnya tremor." Fang berceletuk tiba tiba.
"Emang kalo gak lo liatin, dia bakal makan lo? Engga kan?" Aku mengangguk pelan. Iya, aku tremor.Mereka tertawa kecil, mengangguk.
"Makanya lo jangan ngebatu. Diem mulu. Hari ini ada presentasi, kan? Enak tuh, ada debat. Lo ikut entar. Jangan bengong aja." Aku mengangguk. Agak setuju dengan usulnya, tapi kemudian aku merasa sebaiknya jangan berbicara apapun.
Ya, pelajaran Bahasa di sini memasukkan materi debat. Aku cukup senang dengan materi ini, dan aku punya banyak argumen untuk ditanyakan, namun lagi lagi, aku tidak berniat mengeluarkan suara.
Bel masuk berbunyi, seluruh siswa sibuk dengan kelompok masing masing. Minggu lalu mereka sudah memilih kelompok masing masing, sekarang tinggal presentasi sekaligus praktek berdebat.
Lalu aku? Aku tidak dalam kelompok mana mana. Guru membebaskan anak anak ikut atau tidak dalam materi ini.
Ketika pintu dibuka, siswa mulai duduk dengan tenang. Guru membuka pelajaran, lalu meminta kami menyesuaikan tata letak meja.
Topik debat pertama membuat diskusi menjadi seru. Argumen argumen bermunculan. Topiknya sederhana saja, namun seru.
Tapi tetap, aku tidak mengatakan sepatah kata apapun.
❦❦❦
"HEI!" Seseorang berteriak dari belakang, menghampiriku.
"Ya?"
"Kamu...Boboiboy, kan? Pindahan,"
"Iya."
"Aaah, bentar, aku capek."Aku memberikannya sisa air minumku.
"Thanks. Kenalin, Gopal. Dari kelas X IPA3."
Aku mengangguk.
"Kamu mau pulang?"
"Iya."
"Eeeh, itu.."
"Ya?"
"Aku dengar kamu punya toko?"Aku terdiam dulu. Anak ini tau dari mana?
"Iya, itu punya Kakakku." Jawabku.
"Boleh aku ikut? Aku mau mencoba jajanan kalian!" Matanya berbinar seketika. Melihat dari tubuhnya yang besar dan agak bantet, bisa jadi dia ini suka makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐈𝐦𝐨𝐨𝐠𝐢 𝔹𝕒𝕜𝕖𝕣𝕪 // 𝙱𝚘𝚋𝚘𝚒𝚋𝚘𝚢 -𝚁𝚎𝚟𝚎𝚛𝚜𝚎 // ᴹᵞᵀᴴᴼᴸᴼᴳᵞ ᴬᵁ
FanfictionTerpaksa menerima pernikahan kedua sang Ayah, seorang remaja tanggung hidup bagai di gerbang neraka bersama Ibu tirinya yang selalu menunjukkan kekuasaan dan Adik perempuannya yang tak tahu cara membela diri. Tertuduh membuat adiknya trauma berat, B...